Social Icons

Pages

Kamis, 10 Oktober 2013

ALIRAN JABARRIYAH


Pengakuan terhadap Al-Qadr merupakan salah satu bentuk ketundukan kepada Allah dan pengakuan terhadap kemaha luasan ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu.
Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, umat Islam mulai bergaul dengan berbagai bangsa dan penganut agama lain. Di antara mereka ada yang memperdebatkan Al-Qadr, ada yang mempercayainya dan ada yang menolaknya. Maka perdebatan tentang masalah ini mulai mengambil bentuk yang tidak sesuai dengan perintah Nabi untuk menghindarinya.
Apabila masalah Al-Qadr telah menjadi perdebatan, maka di sekitar persoalan itu bermunculan pula kemelut yang mengacaukan berbagai pikiran menimbulkan medan perdebatan, merekapun terbagi menjadi dua di antara mereka dijumpai orang-orang yang berlindung di balik Al-Qadr, memandang agama tidak mempermasalahkan perbuatan mereka mudah melegitimasi kejahatan-kejahatan yang mereka lakukan. Dan di antara mereka pun muncul orang-orang yang menganggap bahwasannya segala perbuatan karena kehendak perbuatan sendiri, bukan kehendak Allah.












BAB II
PEMBAHASAN

A.    JABARIYAH
  1. Pengertian dan Asal-Usul Jabariyah
Secara etimologi kata Jabariyah berasal dari bahasa Arab “jabara” yang artinya memaksa. Allah memiliki sifat Al-Jabbar berarti Allah Maha memaksa.
Kata Jabara setelah ditarik menjadi Jabbariyah (dengan menambah ya misbah). Memiliki arti suatu kelompok atau aliran. Jadi faham Jabariyah adalah faham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qada dan qadar Allah SWT.
Faham Al-Jabbar pertama kali dimunculkan oleh Ja’d bin Dirham kemudian disebarkan oleh Fahm bin Sofwan dari Khurasan. Fahm bin Safwan adalah sekretaris Suraih bin Al-Haris dan selalu menemaninya dalam melakukan gerakan perlawanan terhadap Bani Umayah.
Masyarakat sebelum Islam kelihatannya dipengaruhi oleh paham Jabariyyah. Bangsa arab pada waktu itu bersifat hidup sederhana dan jauh dari pengetahuan mereka terpaksa menyesuaikan hidup mereka dengan padang pasir dan gunung yang gundul dan dibawah terik panasnya matahari. Dalam dunia yang demikian mereka tidak banyak melihat jalan untuk merubah daerah sekeliling mereka dengan keinginan mereka sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari mereka banyak bergantung pada kehendak nature. Hal ini membawa mereka kepada sikap fatalistik.
Faham Jabariyah mulai berkembang pada awal masa pemerintahan Bani Umayah dan pada akhirnya berubah menjadi sebuah madzhab.
Berkaitan dengan kemunculan faham ini sebagian ahli mengatakan yang mula-mula menganut faham Jabariyah adalah sekelompok orang Yahudi. Mereka mengajarkannya kepada sekelompok umat Islam kemudian menyiarkannya.
Ada pula yang mengatakan bahwa yang mula-mula menyiarkan faham ini di antara umat Islam adalah Ja’d bin Dirham yang menerimanya dari seorang Yahudi di daerah Syam.

  1. Para pemuka Jabarariyah dan doktrin-doktrinya
Jabariyah dikelompokkkan menjadi dua bagian yaitu ekstrim dan moderat :
1)      Jabariyah ekstrim, berpendapat bahwa segala perbuatan mansuia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tapi peruatan itu dipaksakan dirinya. Kalau seorang mencuri, umpamanya, maka perbuatan mencuri itu bukanlah terjadi atas kehendaknya sendiri, tetapi timbul karena qada dan qadar Tuhan  menghendaki yang demikian. Dengan kata kasarnya ia mencuri bukanlah atas kehendaknya tetapi Tuhanlah yang memaksanya mencuri. Manusia dalam faham ini hanya merupakan wayang yang digerakkan oleh dalang.
2)      Jabariyah moderat, mengatakan yang menciptakan perbuatan manusia baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik tetapi manusia mempunyai bagian dalam perbuatan-perbuatan itu. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dan inilah yang dimaksud dengan kash atau acquisition.[1] Faham yang sama diberikan oleh Dirar Ibn ‘Amr ketika ia katakan bahwa perbuatan-perbuatan manusia pada hakekatnya diciptakan Tuhan, dan diperoeh (acquired, iktasaba) pada hakekatnya oleh manusia.[2] Dalam faham Jabariyah moderat ini manusia tidak lagi hanya merupakan wayang yang digerakkan dalang. Manusia tidak semata-mata dipaksa melakukan perbuatan.


Adapun tokoh-tokoh Jabariyah ekstrim dan jabariyah moderat adalah sebagai berikut :
1)      Jabariyah Ekstrim
a.       Jahm bin Shafwan
Dia adalah Abu Mahrus Jahm bin Shafwan, yang berasal dari Khurasan. Adapun pendapat Jahm yang berkaitan dengan persoalan teknologi adalah sebagai berikut :
1.      Manusia tidak mampu bernuat apa-apa.
2.      Surga dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal melainkan Tuhan.
3.      Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati dan kekufuran adalah ketidak tahuan (al-jahl).
4.      Kalam Tuhan adalah makhluk.
b.      Ja’d bin Dirham
Al-Ja’d adalah Maulana Bani Hakim. Ia dibesarkan di lingkungan orang Kristen yang sering membicarakan teologi. Pendapat-pendapat pokok ja’d secara umum sama dengan pikiran Jahm yaitu :
1.      Al-Qur'an adalah makhluk.
2.      Allah tidak mampunyai sifat yang serupa dengan makhluk.
3.      Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.
2)      Adapun tokoh faham jahariyah moderat adalah sebagai  berikut :
a.       An-Najjar
Dia adalah Husain bin Muhammad An-Najjar. Para pengikutnya disebut An-Najariyahatau Al-Husainiyah. Di antara pendapat-pendapatnya adalah :
1)      Tuhan menciptakan perbuatan manusia, tetapi manusia mempunyai peran dalam mewujudkan perbuatan.
2)      Tuhan tidak dapat mewujudkan perbuatan.


b.      Ad-Dhirar
Nama lengkapnya Dhirar bin Amr. Pendapatnya sama dengan pendapat An-Najjar. Yakni manusia mempunyai bagian dalam mewujudkan perbuatannya dan tidak semata-mata dipaksa dalam melakukan perbuatannya.
Faham kush Al-Najjar dan Dirar merupakan faham tengah antara faham Qadariyah yang dibawa Ma’bud serta Ghailan dan faham Jabariyah yang dibawa Jahm.
Di dalam Al-Qur'an memang terdapat ayat-ayat yang dapat mendorong munculnya faham ini, di antaranya yaitu :
7Ï9ºxx.ur $oYù=yèy_ Èe@ä3Ï9 @cÓÉ<tR #xrßtã tûüÏÜ»ux© ħRM}$# Çd`Éfø9$#ur ÓÇrqムöNßgàÒ÷èt/ 4n<Î) <Ù÷èt/ t$ã÷zã ÉAöqs)ø9$# #Yráäî 4 öqs9ur uä!$x© y7/u $tB çnqè=yèsù ( öNèdöxsù $tBur šcrçŽtIøÿtƒ ÇÊÊËÈ
Artinya :
“Dan Demikianlah kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan”. (QS. Al-An’am : 112).[3]
ª!$#ur ö/ä3s)n=s{ $tBur tbqè=yJ÷ès? ÇÒÏÈ
Artinya :
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu”. (QS. Ash-Shaffat : 96).[4]
!$tB z>$|¹r& `ÏB 7pt6ŠÅÁB Îû ÇÚöF{$# Ÿwur þÎû öNä3Å¡àÿRr& žwÎ) Îû 5=»tGÅ2 `ÏiB È@ö6s% br& !$ydr&uŽö9¯R 4 ¨bÎ) šÏ9ºsŒ n?tã «!$# ׎Å¡o ÇËËÈ
Artinya :
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (Tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan Telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (QS. Al-Hadid : 22).[5]

öNn=sù öNèdqè=çFø)s?  ÆÅ3»s9ur ©!$# óOßgn=tGs% 4 $tBur |MøtBu øŒÎ) |MøtBu  ÆÅ3»s9ur ©!$# 4tGu 4 uÍ?ö7ãŠÏ9ur šúüÏZÏB÷sßJø9$# çm÷ZÏB ¹äIxt/ $·Z|¡ym 4 žcÎ) ©!$# ììÏJy ÒOŠÎ=tæ ÇÊÐÈ
Artinya :
“Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Anfal : 17).[6]

$tBur tbrâä!$t±n@ HwÎ) br& uä!$t±o ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JŠÎ=tã $VJÅ3ym ÇÌÉÈ
Artinya :
“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al-Insan : 30).[7]



Melihat pada ayat-ayat seperti yang tersebut di atas tidak mengherankan kalau faham Jabariyah sungguh pun penganjur-penganjurnya yang pertama telah meninggal dunia, masih tetap terdapat di dalam kalangan umat Islam. Dalam sejarah teologi Islam, selanjutnya faham Jabariyah sungguhpun tidak identik dengan faham yang dibawa Jahm ibn Safwan atau dengan faham yang dibawa An-Najjar dan Dirar, terdapat dalam aliran Al-Asy’ariyah.



[1] Al-Milal I / 89; et Maqalt, I / 315 dan Al-Farq 208.
[2] Ibid, 91; et. Maqalat I / 313 dan 214. lebih lanjut mengenal faham kash, lihat infra 101 dst.
[3] QS. Al-An’am (6) – 112.
[4] QS. Ash-Shaffat (37) – 96.
[5] QS. Al-Hadid (57) – 22.
[6] QS. Al-Anfal (8) – 17.
[7] QS. Al-Insan (76) – 30.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blogger templates

 

Sample text

Sample Text

Sample Text