Social Icons

Pages

Kamis, 10 Oktober 2013

SEJARAH KEMUNDURAN PENDIDIKAN ISLAM


I.          PENDAHULUAN
Pada masa jayanya pendidikan Islam, pola pemikiran yang bersifat tradisional dan pola pemikiran yang bersifat sufistis, yang merupakan pola pendidikan dunia Islam, yang berpadu dan saling melengkapi. Setelah pola pemikiran rasional diambil alih pengembangannya oleh dunia Barat, maka dalam dunia pendidikan Islam pun tinggal pola pemikiran usfistis, yang bersifat sangat mementingkan kehidupan batin, sehingga mengabaikan perkembangan dunia material. Maka dari aspek inilah dikatakan pendidikan dan kebudayaan Islam mengalami kemunduran. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan pada makalah ini.

II.       PEMBAHASAN
M.M. Syarif dalam bukunya Muslim Thaqut, sebagaimana dikutip oleh Zuhairini menjelaskan bahwa gejala kemunduran Islam mulai tampak setelah abad ke – 13 M yang ditandai dengan terus melemahnya pemikiran Islam sampai abad ke – 18 M.[1] Secara kuantitas, pendidikan Islam menunjukkan perkembangan yang baik karena adanya keterlibatan langsung penguasa terhadap pendidikan sehingga memacu semakin berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan seperti halnya pegnuasa Dinasti Ayyubiyah, Mamluk, Utsmani, dan sebagainya terus memperbanyak bangunan-bangunan madrasah bahkan dalam sistem pengorganisasian telah mengalami perkembangan yang tinggi dimana sistem tersebut dilembagakan secara sistematis, dipelihara dan ditunjang khususnya ini terjadi pada masa kerajaan Utsmani.
Kemunduran pendidikan Islam pada masa ini, terletak pada merosotnya mutu pendidikan dan pengajaran di lembaga-lembaga pendidikan Islam. Bahwa materi yang diajarkan hanyalah materi-materi dan ilmu keagamaan. Lembaga-lembaga pendidikan tidak lagi mengajarkan ilmu-ilmu filosofis, termasuk ilmu pengetahuan. Rasionalisme pun kehilangan peranannya, dalam arti semakin dijauhi sehingga kedudukan akal semakin surut.[2]
Selanjutnya diungkapkan kembali oleh M.M. Syarif, bahwa pikiran Islam menurun dan melemah, adapun sebab-sebab melemahnya pikiran Islam tersebut antara lain dilukiskan sebagai berikut :
1.      Telah berkelebihan filsafat Islam ( yang bercorak sufistis ) yang dimasukkan oleh Al-Ghazali dalam alam islami di Timur dan berkelebihan pula Ibn Rusyd dalam memasukkan filsafat islamnya ( yang bersifat rasionalistis ) ke dunia Islam Barat.
2.      Umat Islam, terutama para pemerintahnya ( khalifah, amir-amir, sultan ) melalaikan ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan tidak memberi kesempatan untuk berkembang.
3.      Terjadinya pemberontakan-pemberontakan yang dibarengi dengan serangan dari luar, sehingga menimbulkan kehancuran-kehancuran yang mengakibatkan berhentinya kegiatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan dunia Islam.[3]
Maka dengan ditinggalkannya pendidikan intelektual semakin statis perkembangan budaya Islam sehingga terjadilah kebekuan intelektual secara total.
Disamping itu bahwa kemunduran Islam tidak hanya dibidang pendidikan dan pemikiran saja akan tetapi juga pada aspek lainnya seperti keagamaan, kemasyarakatan, politik dan ekonomi.
Dalam keagamaan mereka lebih senang mengikuti pemikiran-pemikiran ulama terdahulu daripada berusaha melakukan penemuan-penemuan baru. Sehingga mereka hanya mempelajari suatu pelajaran berdasarkan tekstual dan doktrinal yang ditulis oleh para ulama terdahulu atau lampau. Seperti halnya dalam madrasah-madrasah pada umumnya yang menggunakan kurikulum yang sangat terbatas yang hanya bertujuan untuk mendalami ilmu fikih diantara empat madzhab sehingga tanpa disadari umat Islam terjadilah pembekuan terhadap empat madzhab fikih, yang karenanya memberikan kisah seolah-olah pintu ijtihad telah ditutup. Maka dari itu, kaum intelektual enggan berijtihad untuk memecahkan problem-problem kemasyarakatan dan keagamaan yang menghimpit umat Islam.
Dalam hal ini Fazlur Rahman, dalam bukunya Islam, menjelaskan tentang gejala-gejala kemunduran / kemacetan intelektual Islam ini sebagai berikut :
Penutupan pintu ijtihad ( yakni pemikiran orisinil dan bebas ) selama abad ke – 4 H / 10 M dan 5 H / 11 M telah membawa kemacetan umum dalam ilmu hukum dan ilmu intelektual, khususnya yang pertama, ilmu intelektual, yakni teologi dan pemikiran keagamaan, sangat mengalami kemunduran dan menjadi miskin karena pengucilan mereka yang disengaja dari intelektualisme sekuler dan karena kemunduran yang disebut terakhi ini. Khususnya filsafat dan juga pengucilannya dari bentuk-bentuk pemikiran keagamaan seperti yang dibawa sufisme.[4]

Kemunduran islampun ditandai dengan jatuhnya kerajaan Abbasiyah oleh serangan orang-orang Tartar dan Mongol pada masa pertengahan abad ke – 13 M, ketika itu Baghdad sebagai pusat kota ilmu dan kebudayaan dihancurkan sama sekali. Dalam peristiwa tersebut, umat Islam kehilangan lembaga-lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan yang sangat berharga nilainya bagi umat Islam.
Sehingga pusat-pusat kebudayaan beralih secara drastis dari dunia Islam ke Eropa, menimbulkan rasa lemah diri dan putus asa dikalangan masyarakat. Merekapun bersikap hidup katalistis dan frustasi sehingga mereka hanya bergantung dan mengembalikan keuntungan serta penderitaan hanya pada Tuhan. Maka dari itu orang-orang Islam pun kembali kepada pikiran tradisionalisme. Mereka masuk ke tarekat-tarekat yang bertujuan hanya mendekatkan diri kepada Tuhan saja, mereka berharap semoga Allah menghapus penderitaan dan mengembalikan kejayaan yang pernah dicapai umat Islam. Berpikir ilmiah dan naturalis ( berdasarkan sunnah Allah ) tidak lagi diterapkan. Oleh karena itu, berkembanglah tahayul dan khurafat. Mereka percaya kepada kekuatan syeikh-syeikh dan benda-benda keramat atas berdasarkan tharekat yang mereka ikuti.[5]

Keadaan yang demikian berlangsung selama masa kemunduran kebudayaan dan pendidikan Islam sampai abad ke – 12 H / 8 M. Sehingga pada pertengahan abad ke – 12 H / 8 M timbul suatu gerakan yang bertujuan untuk pemurnian Islam, seperti Muhammad Ibnu Abdul Al-Wahab ( 1115 – 1206 H / 1703 – 1792 M ) di Jazirah Arab dan Syah Waliullah ( 1113 – 1176 H / 1702 – 1762 M ) di India. Kedua tokoh ini memurnikan ajaran Islam mengarah pada dua unsur pokok yaitu (1) mengembalikan ajaran Islam kepada unsur-unsur aslinya, dengan bersumber kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, membuang segala bid’ah dan khurafat dari agama lain dan mistik dari luar yang dimasukkan oleh kaum sufi, (2) membuka pintu ijtihad, yang telah tertutup beberapa abad sebelumnya.[6]
Dalam politik Islam pun mengalami kemunduran dikarenakan orang-orang Eropa telah menemukan kebangkitan intelektual dan mulai meninggalkan umat Islam. Mereka telah menemukan sumber-sumber kekayaan diluar Eropa seperti Amerika, Australia dan Timur jauh. Sehingga mereka berpindah tempat dalam perdagangan mereka serta kekayaan yang melimpah membuat Eropa semakin kuat baik dalam politik, ekonomi, bahkan dalam bidang ilmu pengetahuan dan ilmu teknologi.
Demikianlah gambaran umat Islam yang mengalami kemunduran dalam bidang pendidikan dan pemikiran yang terjadi pada abad ke – 13 M sampai abad ke – 18 M, baik dalam bidang keagamaan, kemasyarakatan politik dan juga ekonomi.

III.    KESIMPULAN
Kemunduran umat Islam terjadi dan mulai tampak pada abad ke – 13 M sampai abad ke – 18 M. Kemunduran Islam terjadi tidak hanya dibidang pendidikan dan pemikiran saja, tapi juga berdampak pada aspek keagamaan, kemasyarakatan, politik dan ekonomi.



IV.    PENUTUP
Demikian pemaparan makalah kami, kami menyadari makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kami mohon saran dan kritiknya yang dapat menyempurnakan makalah kami.

V.       REFERENSI
Ø  Zuhairini, Dra., Sejarah Pendidikan Islam, Cet. II, Jakarta, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1986.
Ø  Arohah, Harun, M.Ag, Sejarah Pendidikan Islam, Cet. I, Ciputat, PT. Logos, 1999.
Ø  Zuhairini, Dra. Sejarah Pendidikan Islam, Cet. V, Jakarta, Bumi Aksara dengan Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1997.


[1] Harun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Logos, Cet. 1, 1999, hlm. 120.
[2] Harun Asrohah, Op.Cit, hlm. 121.
[3] Dra. Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, Cet. V, 1997, hlm. 110.
[4] Dra. Zuhairini, dkk, Op.Cit, hlm. 110.
[5] Harun Asrohah, Op.Cit, hlm. 125.
[6] Dra. Zuhairini, dkk, Op.Cit, hlm. 114.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blogger templates

 

Sample text

Sample Text

Sample Text