Tugas
Ilmu Mantik
Nama : Hijroh Panca Saputra
NIM : 231.01.066
Halaman
: 50
– 56
Pembagian Ta’rif Had
Tugas
Ilmu Mantik
Nama : Hijroh Panca Saputra
NIM : 231.01.066
Halaman
: 50
– 56
|
Ta’rif had terbagi dua :
(1) Had Tam, (2) Had Naqish
Ta’rif Had Tam
Ta’rif Had Tam adalah ta’rif
dengan menggunakan lafazh jins qarib
dan fashl.
Contoh :
Insan adalah hewan yang dapat berpikir
Hewan adalah jins
qarib ( dekat ) kepada insan karena tidak ada lagi jins dibawahnya.
Artinya di bawah hewan tidak ada lagi lafazh kulli yang terkategori jins,
kecuali insan, yang terkategori na’u. Sedang dapat berpikir adalah
fashl bagi insan.
Ta’rif Had Naqish
Ta’rif had naqish adalah ta’rif
yang : (1) menggunakan jins ba’id dan fashl, atau (2)
menggunakan fashl qarib saja.
Contoh : (1).
Insan adalah jism ( tubuh )
yang dapat berpikir.
Jism adalah jins ba’id bagi insan dan dapat berpikir adalah fashl baginya.
Contoh : (2)
Insan adalah yang dapat
berpikir ( tanpa
menyebutkan jins ).
Pembagian Ta’rif Rasm
Ta’rif Rasm terbagi dua :
(1) Ta’rif Rasm Tam, dan (2)
Ta’rif Rasm Naqish.
Ta’rif Rasm Tam
Ta’rif rasm tam adalah ta’rif
( definisi ) yang menggunakan lafazh
jins qarib dan fashl.
Contoh :
Insan adalah hewan yang dapat ketawa.
Hewan adalah jins
qarib bagi insan. Sedangkan ketawa adalah irdhi khas baginya.
Ta’rif Rasm Naqish
Ta’rif Rasm Naqish adalah
ta’rif yang menggunakan (1) lafazh jins ba’id dengan ‘irdhi
khas, atau (2) menggunakan lafazh ‘irdhi khas saja.
Contoh : (1)
Insan adalah jisim yang bisa ketawa.
Contoh : (2)
Insan adalah yang ketawa.
Ketawa adalah ‘irdhi khas ( sifat khusus ) bagi insan.
Syarat-Syarat Ta’rif
Ta’rif menjadi benar dan
dapat diterima, jika syarat-syaratnya terpenuhi. Syarat-syarat tersebut ada
enam, sebagai berikut :
1.
Ta’rif
harus jami’-mani’ ( istilah lain untuk itu ialah muththarid-mun’akis ).
Secara lughawi, jami’ berarti mengumpulkan dan mani’
berarti melarang. Dalam Ilmu Mantik, jami’ berarti mengumpulkan semua
satuan yang di-ta’rif-kan ke dalam ta’rif. Sedang mani’
berarti melarang masuk segala satuan hakekat lain dari yang di-ta’rifkan
ke dalam ta’rif tersebut. Oleh karena itu, ta’rif tidak boleh lebih umum atau
lebih khusus dari yang di-ta’rif-kan.
Contoh ta’rif lebih umum :
Manusia adalah hewan
Ta’rif ini belum mani’ karena masih terlalu umum
sehingga tidak melarang sapi, kambing, anjing, dan lain-lain masuk ke dalam
ta’rif itu.
Contoh ta’rif lebih khusus :
Manusia adalah hewan yang bisa membawa dan menulis.
Ta’rif ini jami’ karena telrlau khusus sehingga
manusia-manusia yang tidak pandai membaca dan menulis, seperti Nabi Muhammad,
belum terkumpul ke dalam ta’rif itu.
Ta’rif yang sesuai :
Manusia adalah hewan yang berfikir / berkata-kata.
Ta’rif itu menjadi benar, karena sudah jami’-mani’.
Semua manusia sudah terkumpul didalamnya dan yang selain manusia sudah
terlarang masuk ke dalamnya. Hal ini disebabkan oleh karena ta’rif tersebut
tidak terlalu umum dan tidak pula terlalu khusus.
2.
Ta’rif
harus lebih jelas dari yang di-ta’rif-kan. Jadi, ta’rif tidak boleh samar-samar
atau lebih samar dari yang di-ta’rif-kan.
Contoh :
Buah kelapa adalah buah sebesar kepala yang bulat,
berbungkus kulit keras, berjuntai dipohonnya dan berisi santan yang bisa
dijadikan minyak untuk menggoreng pisang..
Ta’rif ini membuat yang
di-ta’rif-kan tidak menjadi semakin jelas, malah, sebaliknya, semakin samar,
terutama bagi mereka yang belum pernah mengenal kelapa.
Demikian halnmya dengan ta’rif :
Kain adalah kapas yang disambung-sambung
dan dijalin-jalin sehingga menjadi panjang dan lebar.
Mobil adalah besi yang dilengkung-lengkung dan
disambung-sambung, dilengkapi dengan mesin, bensin dan karet.
Ta’rif ini membuat orang malah
semakin bingung.
3.
Ta’rif
harus sama pengertiannya dengan yang di-ta’rif-kan.
Jadi, tidaklah benar ta’rif,
seperti :
Contoh :
Rokok adalah asap yang mengepul dari mulut ke udara
dan berbau memabukkan.
Barangkali, ta’rif itu akan menjadi benar, jika
disempurnakan, sebagai berikut :
Rokok adalah tembakau kering yang dibungkus dengan
daun kawung ( nipah ) yang dibakar ujungnya untuk dihisap asapnya dari
pangkalnya.
Atau :
Rokok adalah tembakau yang dibungkus dengan kertas
putih khusus, untuk dibakar salah satu ujungnya dan diisap pada ujung yang
lainnya dan dihembuskan sebagian asapnya.
4.
Ta’rif
tidak boleh berputar-putar ( daur ).
Contoh :
Ilmu adalah pengetahuan di dalam otak
Cabe adalah rasa pedas yang dimakan
Manusia adalah orang dan orang adalah manusia
Karena sifatnya yang
berputar-putar, maka ta’rif tersebut tidak benar.
5.
Ta’rif
tidak boleh memakai kata-kata majaz ( kiasan atau metaforik ).
Contoh :
Pahlawan adalah singa yang gugur
Ilmu adalah laut yang memulihkan kehausan
Singa dalam ta’rif itu adalah
kiasan dari seorang prajurit yang sangat berani.
Laut adalah kiasan dari ilmu yang sangat luas. Kata
kiasan semacam itu tidak boleh dipakai di dalam ta’rif. Akan tetapi, jika
disertai dengan qarinah ( kata-kata yang menjelaskannya ), maka pemakaian kata
majaz itu dibenarkan dipakai dalam ta’rif.
Contoh :
Pahlawan adalah singa yang gugur di medan perang
Ilmu adalah sesuatu yang memulihkan kehausan para
ilmuwan
6.
Ta’rif
tidak boleh menggunakan kata-kata musyatarak ( mempunyai lebih dari satu arti
).
Contoh :
Arloji adalah pukul yang dipakai di tangan
Pantat adalah sesuatu yang berlubang
Pukul dalam ta’rif
tersebut mempunyai dua arti, yaitu jam dan pukulan. Oleh
karenanya, ta’rif itu tidak benar. Ia akan menjadi benar, jika disempurnakan
dengan qarinah, yang memberi petunjuk kepada makna yang dimaksudkan.
Contoh :
Arloji adalah pukul yang dipakai di tangan untuk
mengetahui waktu ( pukul berapa sekarang ? ).
Dalam contoh kedua terlihat bahwa
pantat adalah lafazh musytarak yang bisa menunjuk pantat botol, pantat periuk yang nyatanya tidak berlubang. Ta’rif
semacam itu dengan sendirinya tidak benar.
PEMBAHASAN TENTANG QADHIYAH
A.
PENGERTIAN
QADHIYAH
Qadhiyah dalam Ilmu Mantik adalah jumlah
( mufidah ) dalam ilmu Nahwu dan kalimat dalam bahasa Indonesia.
Jika demikian dapatlah dikatakan bahwa qadhiyah adalah rangkaian kata-kata yang
mengandung
Contoh :
Es dingin
Api panas
Udara segar
Mahasiswa tidak hadir
Tahun depan saya akan menjadi sarjana
Kalimat-kalimat itu merupakan
contoh-contoh qadhiyah. Dan karena isi qadhiyah merupakan kabar maka nama lain
untuk qadhiyah adalah khabar.
Setiap qadhiyah ( khabar ) selalu
mengundang kemungkinan benar atau salah. Qadhiyah itu benar jika kebetulan
isinya sesuai dengan kenyataan
( muthabiq li al-waqi ). Sebaliknya, qadhiyah itu salah ( tidak
benar ), jika isinya tidak sesuai dengan kenyataan ghairu muthabiq li
al-waqi’. Semua qadhiyah demikian halnya, yaitu bisa benar dan bisa pula
salah.
Jika ada qadhiyah yang isinya pasti
benar, atau tidak mungkin salah, maka kepastian kebenarannya itu tidak
disebabkan oleh qadhiyah itu sendiri, melainkan oleh kebenaran yang
mengatakannya. Qadhiyah-qadhiyah berupa firman Allah didalam Al-Qur'an yang
mengandung isi pasti kebenarannya, bukanlah kebenarannya itu karena
qadhiyah-nya, tetapi karena kemahabenaran Allah yang mem-firmankannya.
Sebaliknya, jika ada qadhiyah yang
hanya mungkin salah, atau tidak mungkin dibenarkan sisinya, maka yang salah
dalam hal itu bukan qadhiyah-nya melainkan yang mengatakannya. Isi qadhiyah itu
dikatakan bohong, bukan karena qadhiyah itu sendiri, tetapi karena yang
mengatakannya adalah pembohong. Itulah sebabnya mengapa suatu qadhiyah selalu
dikatakan mungkin benar dan mungkin pula salah didalam dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar