Secara sederhana cinta bisa dikatakan sebagai padua n rasa simpati
antara dua makhluk. Rasa simpati ini tidak hanya berkembang di antara pria dan
wanita, akan
tetapi bisa juga di antara pria dengan pria atau wanita dengan wanita. Contoh
yang mudah dimengerti untuk ini dapat kita lihat pada hubungan cinta kasih
antara seorang ayah dengan anak laki-lakinya, atau antara seorang ibu dengan
anak gadisnya atau dengan kata lain, cinta berarti suka atau senang terhadap
sesuatu dan akan berganti dengan kesedihan (pada orang yang mencintai) bila
sesuatu tidak ada padanya. Cinta adalah yang sangat dikenal tidak ada yang
tidak mengetahuinya, tetapi pemahaman dan pendapat oran g tetangganya berbeda. Pemahaman cinta di
sini akan dikembalikan kepada Islam mengartikan kata cinta itu.
Dalam Islam, cinta seseorang haruslah berlandaskan
kepengikutan (ittiba’) dan ketaatan. Sebagaimana firman-Nya “Jika kamu
benar-benar mencintai Allah ikutilah aku (Rasulullah) nis caya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”
(QS. 3 : 31-32). Ajaran cinta islami yang mesti disemaikan bukanlah sebatas
sesama makhluk. Rasulullah SAW bersabda : “Hakikat seorang muslim adalah
melebihi atau sebagaimana ia cinta kepada dirinya sendiri” (HR. Imam Bukhari).
Kecintaan yang terekspresikan akan menjadi amal saleh buat pelakunya. Maka dari
itu kecintaan maupun kebaikan, meskipun baru tersirat dalam hati dan belum
terlaksana, tetap akan mendapat pahala di sisi Allah. Sebaliknya, kebencian
yang tersimpan dalam lubuk hati di samping sebuah kewajaran, juga tidak dicatat
sebagai keburukan, hingga niatnya itu betul-betul dilakukan (Al-Hadits).
Mencintai Tuhan pada dasarnya adalah mencintai manusia.
Mari menyetir kisah seorang sufi, Abu Ben Adhim. Suatu malam, Abu Ben Adhim
terbangun dari mimpinya yang ind ah.
Darn ia lihat, di ruangan dalam cahaya terang rembulan yang gemerlap ceria
seperti bunga lili yang sedang merekah, seorang malaikat menulis pada kitab
emas. Ketentraman jiwa membuatnya berani berkata kepada sang sosok di kamarnya,
“Apa yang sedang kamu tulis ?” Bayangan terang itu mengangkat kepalanya dan
dengan pandangan yang lembut dan manis ia berkata, “Nam a-nama mereka yang mencintai
Tuhan”. “A|dakah namaku disitu ?” kata Abu. “Tidak, tidak ada”, jawab malaikat.
Abu berkata dengan suara lebih rendah, tetapi tetap cerita, “kalau begitu aku
bermohon, tuliskan aku sebagai oran g
yang mencintai sesama manusia”. Malaikat menulis dan menghilang. Pada malam
berikutnya ia datang lagi dengan cahaya yang menyilaukan dan memperlihatkan
nama-nama yang diberkati cinta Tuhan. Aduhai ! nama Abu Ben Adhim di atas semua
nama.
Abu Ben Adhim mungkin lahir di negara yang sekarang ini
disebut Afghanistan .
Ia tidak begitu dikenal dibandingkan dengan teman senegaranya Jalaluddin Balkhi
(alias Rumi). Tetapi, keduanya menekankan pentingnya kecintaan kepada Tuhan
sebagai hakikat keberagamaan. Baik Abu Ben Adhim maupun Rumi percaya bahwa
mereka menegaskan kembali apa yang dikatakan Tuhan kepada hamba-Nya pada hari
kebangkitan ; hari kiamat, Tuhan memanggil hamba-hamba-Nya.
Kita dapat menarik kesimpulan dari penggalan cerita di
atas bahwa sesungguhnya kita tidak bisa mencintai Tuhan tanpa mencintai sesama
manusia. Atau dengan katakana jika kita benar-benar mencintai Allah secara
kesungguhan hati, maka proses rasa kasih sayang untuk makhluk ciptaan-Nya akan
terbentuk dalam hati kita. Selain itu, jati diri kita sebagai seorang muslim
akan tampa k
lebih kokoh serta mampu menjalani syari’at-syari’at Islam yang diridhai dan
diberkahi oleh Allah SWT. Di antara manusia banyak yang cinta dan mencintai
Allah tapi lebih banyak yang mencintai dunia. Mencintai Allah adalah fardlu
bagi kaum muslimin dan muslimat yang bukan sekedar dikata saja cinta kepada
Allah SWT adalah hal yang utama, sebagai jalan untuk memperoleh kebaikan dunia
dan akhirat dengan melaksanakan perintah-Nya melebihi cinta kepada segala yang
maujud yang selain Allah. Mencintai Allah berarti juga mencintai rasul-Nya
yakni mengikuti segala petunjuk Rasul dengan sepenuh-penuhnya. Firman Allah
SWT, “Katakanlah (hai Muhammad), jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah aku, nis caya
Allah mengasihi dan mengampun dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”. (QS. Ali Imran (3) : 31).
Selain itu adapun ajaran Islam tentang kasih sayang
telah lama dikumandangkannya dengan sempurna dan ind ah. Namun, kebanyakan dari manusia tidak
menyadari dari aturan-aturan yang telah difirmankan oleh Allah SWT dan
sabda-sabda Rasul-Nya. Sebagaimana syair yang mengatakan, mawaddatuhu
taduumu likulli haulin, wa hal kultun mawaddatuhu taduumu”, kasih sayangnya
(manusia) selalu kekal untuk segala hal yang menakutkan, dan apakah setiap oran g itu kasih sayangnya
selalu kekal. (Jawaahirul Balaaghah : 407). Hal ini karena tidak diniatkan
semata karena Allah yang tidak dijadikan sebagai ladang amal bahkan hanya untuk
memperoleh keuntungan dan kesenangan duniawi saja. Maka kasih sayang tidaklah
berujung, sedangkan rasa kasih sayang adalah sebuah fitrah yang mesti
direalisasikan terhadap sesama sepanjang kehidupan di dunia ini ada, tentunya
dalam koridor-koridor Islam. Ini berarti bahwa Islam tidak mengenal waktu,
jarak, dan tempat akan sebuah kasih sayang baik terhadap teman, sahabat,
kerabat, dan keluarganya sendiri.
Rasulullah SAW bersabda, “Man laa yarhaminnaasa laa
yarhamhullaah” Barang siapa tidak menyayangi manusia, Allah tidak akan
menyayanginya.. (H.R. Turmudzi). Dalam hadits tersebut kasih sayang seorang
muslim tidaklah terhadap saudara se-Muslim saja, tapi untuk semua umat manusia.
Rasulullah SAW bersabda, “Sekali-kali tidaklah kalian beriman sebelum kalian
mengasihi”, Wahai Rasulullah, “Semua kami pengasih”, jawab mereka. Berkata
Rasulullah, “Kasih sayang itu tidak terbatas pada kasih sayang salah seorang di
antara kalian kepada sahabatnya (mukmin), tetapi bersifat umum (untuk seluruh
umat manusia)”. (H.R.Ath-Thabrani). Bahkan, bukan hanya kepada manusia saja
ajaran Islam yang tinggi ini telah mengajarkan bagaimana kasih sayang terhadap
hewan dan tumbuhan yang harus direalisasikan. Abu Bakar Shiddiq r.a. pernah
berpesan kepada pasukan Usa mah
bin Zaid, “Janganlah kaliah bunuh
perempuan, oran g
tua, dan anak-anak kecil. Jangan pula kalian kebiri pohon-pohon kurma, dan
janganlah kalian tebang pepohonan yang berbuah. Jika kalian menjumpai oran g-orang yang tidak
berdaya, biarkanlah mereka, jangan kalian ganggu”. Sebuah nasihat ini walau
dalam keadaan untuk perang, ajaran Islam lain yang menarik ketika Amr bin Ash
menaklukkan kota
Mesir, saat itu datanglah seekor burng merpati di atas kemahnya.
Melihat kejadian ini, kemudian Amr bin Ash membuat
sangkar untuk merpati tersebut di atas kemahnya. Tatkala ia mau meninggalkan
perkemahannya, burung dan sangkar tersebut masih ada. Ia pun tidak mau
mengganggunya dan dibiarkan burung merpati itu hidup bersama sangkar yang ia
buat. Maka kota itu dijuluki sebagai kota fasthath (kemah).
Jelas bahwa ajaran Islam sangat menjunjung tinggi akan
kasih sayang. Kita perlu mencontoh teladan Nabi SAW dan para sahabatnya yang
benar-benar merealisasikan makna kasih sayang yang tanpa batas itu, tentunya
untuk mencapai keridhaan Allah semata yang bukan untuk mencari kesenangan
dunia. Maka memang pantas bahwa Islam dikatakan sebagai agama rahmatan lil
‘alamiin. Sifat kasih sayang adalah termasuk akhlak yang mulia yang dicintai
Allah. Sebaliknya Allah sangat membenci akhlak yang rendah. Di antaranya kepada
oran g-orang
yang tidak memiliki rasa belas kasih sayang. Ditegaskan hadits Rasulullah SAW,
“laa tunza’ur rahmatu illa min syaqiyyin”. Rasa kasih sayang tidaklah
dicabut melainkan hanya dari oran g-orang
yang celaka. (H.R. Ibn. Hibban).
Yang dimaksud dengan oran g
celaka adalah oran g yang tidak memiliki rasa
kasih sayang di dalam hatinya baik untuk dirinya maupun oran g lain. Di sinilah perlunya kita
bermuhasabah, bertafakur, apakah diri ini sudah benar menjalani hidup.
Bagaimana kita mengasihi dan menyayangi ciptaan Allah sebagai akhlak yang
mulia. “Sesungguhnya Allah SWT Maha Pemurah, Dia mencintai sifat pemurah, dan
Dia mencintai akhlak yang mulia serta membenci akhlak yang rendah”. (H.R. Na’im
melalui Ibnu Abbas r.a.).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar