A.
HAK
1.
Pengertian
Hak
Dalam zaman Yunani kuno, belum ada
ahli yang berbicara tentang hak dalam arti yang sebenarnya. Bahkan bahasa
Yunani tidak mempunyai kata untuk menunjukkan “hak”. Bahasa Latin memiliki kata
Ius-lurus (yang kemudian hari dipakai untuk hak). Tapi
dalam pemikiran Romawi kuno, kata ini hanya menunjukkan hukum dalam arti
obyektif, kadang-kadang istilah “ius” mendapat arti “hak seseorang” tapi
hanya untuk menunjukkan benda yang menjadi hak.1)
Dalam arti yang lebih luas hak
berarti “wewenang atau kekuasaan secara etis untuk mengerjakan, meninggalkan,
memiliki, mempergunakan atau menuntut sesuatu”.2)
Hak juga berarti “semacam kepemilikan, kepunyaan, yang tidak hanya merupakan
benda saja, melainkan pula tindakan, pikiran dan hasil pikiran tersebut”.3)
Hak selalu berhubungan dengan 2 hal,
yaitu :
a.
Obyektif
(sesuatu yang menjadi sasaran hak).
b.
Subyektif
(orang yang berwenang untuk bertindak menurut hak itu).4)
2.
Unsur-Unsur
yang diperlukan dalam meninjau hak
a.
Subyek hak
bukan hanya seorang, tetapi juga kelompok yang berupa suatu lembaga, badan
hukum, masyarakat, dan sebagianya.
b.
Adanya hak
pada tiap manusia dan lembaga hukum tadi, menimbulkan kewajiban pada orang atau
lembaga lain untuk memenuhi hak tadi.
c.
Materi hak
adalah tujuan hak atau obyek hak manusia. hak manusia selengkapnya adalah
pencapaian kebahagiaan sempurna.
d.
Asas hak
adalah alasan untuk memperoleh hak yang ri’il. Asas hak itu juga suatu realitas
yang harus ada pada manusia sebagai personalitas. Asas ini terbagi menjadi 2,
yaitu :
Ø Hak kodrati, adalah hak manusia karena
kodratnya.
Ø Hak derivat, adalah hak yang diperoleh di dalam
konstelasi perjalanan hidup manusia.5)
3.
Konsep
Hak
Hak
yang dikonsepsikan ini secara implisit menunjukkan bahwa di dalam perjuangan
dan perjalanan hidup manusia ternyata hak manusia “belum / tidak” mendapatkan
kedudukan yang semestinya. Dneagn kata lain banyak pihak yang belum
melaksanakan kewajiban hidupnya dengan baik.
Pada
dasarnya hak dan kwajiban, tidak perlu dirumuskan dalam suatu pernyataan yang
bersifat politis. Kekuasaan moral adalah kekuasaan yang menyentuh langsung hati
nurani dan tidak sekedar kulit luar semata-mata.
Ini
merupakan akibat berkembangnya positivisme moral yang tidak mengakui adanya
hak-hak alami.
4.
Hak
Legal dan Moral
Hak legal adalah hak yang
didasarkan atas hukum dan suatu bentuk. Hak legal berasal dari undang-undang,
peraturan hukum atau dokumen legal lainnya. Hak legal didasarkan atas prinsip
hukum.
Kalau hak legal berfungsi dalam
sistem hukum, maka hak moral berfungsi dalam sistem moral. Hak moral di
dasarkan atas prinsip atau peraturan etis saja. Sebagaimana hukum ketika perlu
dibedakan. Demikian halnya dengan hal legal dan hak moral. Hak moral belum
tentu merupakan hak legal. Memang benar, banyak hal moral serentak juga dengan
hak legal, tetapi janji yang diadakan secara pribadi oleh dua teman, tidak
menampilkan hak legal dan hanya terbatas pada hak moral saja.6)
5.
Sumber
Hak
a.
Kemanusiaan
Manusialah yang mempunyai hak, timbul dari
kemanusiaannya.
b.
Kebiasaan
Kebiasaan adalah ulangan perbuatan yang sama.
c.
Kontrak
(perjanjian)
d.
Kebebasan
bersama untuk semua
6.
Beberapa
jenis hak yang lain
a.
Hak khusus
dan hak umum
Hak khusus timbul dalam relasi khusus antara beberapa
manusia atau karena fungsi khusus yang dimiliki orang satu terhadap orang lain.
Hak umum dimiliki manusia bukan karena hubungan atau fungsi tertentu, melainkan
semata-mata karena ia manusia. Hak ini dimiliki oleh semua manusia tanpa kecuali.
Hak umum biasa dikenal dengan istilah “Hak Asasi Manusia”.
b.
Hak
positif dan hak negatif
c.
Hak
individual dan hak sosial
B.
KEWAJIBAN
1.
Pengertian
Kewajiban
Sebagai sisi lain dari hak, kewajiban mempunyai 2
pengertian, antara lain :
a.
Kewajiban
objektif
Adalah keharusan secara etis dan moral untuk melakukan
sesuatu dan atau meninggalkannya.
b.
Kewajiban
subyektif
Adalah sesuatu kewajiban yang harus dilakuakn dan atau
ditinggalkan.
Kewajiban membatasi hak, artinya tidak ada hak tanpa kewajiban, yang
terjalin dalam hak adalah subyek kewajiban, dan yang terjalin dalam kewajiban
adalah subyek hak.8) Kewajiban itu pada
dasarnya ialah kebaikan yang dengan keharusan dibebankan kepada kehendak kita
yang merdeka untuk dilaksanakan.9)
2.
Pelaksanaan
Kewajiban
Dalam pelaksanaan kewajiban,
terletak apa yang disebut dengan tanggung jawab manusia. Dipandang dari segi
ini, tanggung jawab berarti sikap atau pendirian yang menyebabkan manusia
menetapkan bahwa dia hanya akan menggunakan kemerdekaannya untuk melaksanakan
perbuatan yang susila.
Keharusan dari wajib adalah
keharusan “principium identitatis” artinya “manusia itu harus berlaku sebagai
manusia. Jika tidak, berarti ia menmungkiri kemanusiannya”.
Tanggung jawab berarti mengerti
perbuatannya. Dia berhadapan dengan perbuatannya sebelum berbuat, selama
berbuat, dan sesudah berbuat. Dia mengalami diri sebagai subjek yang berbuat
dan mengalami perbuatannya sebagai oyek yang dibuat.
3.
Hubungan
antara hak dan kewajiban
Sebagian filosof berpendapat bahwa
selalu ada hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban. Pandangan yang
disebut “teori korelasi” itu terutama dianut oleh pengikut utiiltarisme.
Menurut mereka, setiap kewajiban seseorang berkaitan dengan kewajiban orang
lain untuk memenuhi hak tersebut. Mereka berpendapat bahwa kita baru dapat
berbicara tentang hak dalam arti sesungguhnya, jika ada korelasi tersebut. Hak
yang tidak ada kewajiban yang sesuai dengannya tidak pantas disebut “hak”.10)
John Stuart Mill membedakan antara
“duties of perfect obligation” dan “deties of imperfect obligation” :
“kewajiban sempurna” dan “kewajiban tidak sempurna”. Kewajiban sempurna selalu
terkait dengan hak orang lain, sedangkan kewajiban tidak sempurna tidak terkait
dengan hak orang lain. Kewajiban sempurna didasarkan atas keadilan. Sedangkan
kewajiban tidak sempurna mempunyai alasan moral lain, misalnya, berbuat baik
atau kemurahan hati.
C.
KEADILAN
1.
Pengertian
Kesadaran dan pelaksanaan untuk
memberikan kepada pihak lain sesuatu yang sudah semestinya harus diterima oleh
pihak tersebut, sehingga masing-masing pihak mendapatkan kesempatan yang sama
untuk melaksanakan hak dan kewajibannya tanpa mengalami rintangan atau paksaan.
Memberi dan menerima yang selaras dengan hak dan kewajibannya, itulah keadilan.
Secara potensial, keadilan
menunjukkan perilaku moral pada diri manusia dimana ia berusaha untuk mencapai
persamaan, sedangkan secara aktual keadilan berarti bahwa “persamaan tersebut
tergantung pada kebenaran”. Ketika diterapkan pada Tuhan, keadilan berarti
keteraturan / kedisiplinan (inti – dzam) perbuatan-perbuatan Tuhan yang tak
terhingga.11)
Sebagai perilaku positif keadilan
terkadang bermakna keseimbangan dari seluruh kebaikan dan terkandung juga
merupakan kebaikan tertinggi sejauh manusia dapat mempraktikkannya dalam
dirinya sendiri maupun dalam hubungan dengan sesamanya. Pengertian ini
diungkapkan dalam Al-Qur'an dengan tema “mizan” dan dijelaskan dalam hadits
sebagai suatu prinsip yang menekankan keseimbangan antara kehidupan langit dan
bumi.
Menurut Al-Isfahani keadilan terdiri
dari keadilan mutlak dan keadilan relatif. Yang pertama dipandang oleh akal
sebagai keadilan universal dan keharusan seperti mewajibkan untuk berbuat
menjauhi, berbuat kesalahan kepada siapapun yang telah menahan diri dari
berbuat kesalahan terhadap diri anda yang terakhir hanya dapat diketahui
melalui wahyu dan tidak berlaku untuk semua ruang dan waktu. Dalam memandang
perselisihan paham antara Mu'tazilah dengan Asy’ariyyah, Al-Isfahani menyatakan
banyak teolog yang memperdebatkan bahwa keadilan dan ketidak adilan hanya dapat
diketahui melalui wahyu. Sedangkan sebagian lainnya menganggap bahwa keduanya
dapat diketahui melalui akal sebelum wahyu diturunkan (seperti Mu'tazilah).
Sedangkan Al-Isfahani sendiri cenderung berpendapat bahwa antara akal dan wahyu
bekerja sama dalam mengetahui kebenaran etis.12)
Menurutnya, keadilan sejati terdapat
dalam perbuatan baik yang dilakukan secara spontan tanpa sikap pura-pura dan
mencari kebanggaan atau karena takut. Keadilan ini ditunjukkkan kepada :
a)
Tuhan,
melalui pengetahuan tentang aturan-aturan-Nya.
b)
Diri
sendiri, dengan menempatkan kekuatan lainnya di bawah kendali akal.
c)
Nenek
moyangnya, dengan melaksanakan janji mereka (yang positif) dan mendo’akan
mereka.
d)
Kepada
sesamanya dengan memberikan apa yang menjadi haknya dan melakukan transaksi
secara adil, menghargai dan atau menghormatinya.
e)
Kepada
seluruh manusia, dengan memberikan nasehat dan saran untuk baik kepad para
penguasa dan penerus mereka.
Jadi kriteria terpenting dari
keadilan ada tiga, yaitu : kitab suci, penguasa (pemerintah) dan harta (uang).13)
2.
Ada 4 macam wujud keadilan (Aristotle – Notonegoro)
a.
Keadilan
tukar-menukar
Yaitu suatu kebajikan tingkah laku manusia untuk selalu
memberikan kepada sesamanya, sesuatu yang menjadi hak pihak lain, atau sesuatu
yang sudah semestinya harus diterima oleh pihak lain. Keadilan ini timbul di
dalam hubungan antar – manusia sebagai orang – seorang terhadap sesamanya di
dalam masyarakat dengan adanya tukar-menukar, maka terjadilah saling memberi
dan saling menerima.
b.
Keadilan
distributif atau membagi
Yaitu suatu kebajikan tingkah laku masyarakat dan alat
penguasanya untuk selalu membagikan segala kenikmatan dan beban bersama dengan
cara rata, dan merata, menurut keselarasan sifat dan tingkat perbedaan jasmani
maupun rohani. Keadilan ini terdapat dalam hubungan masyarakat sebagai
warganya.
c.
Keadilan
sosial
Yaitu suatu kebajikan tingkah laku manusia di dalam
hubungan dengan masyarakat, untuk senantiasa memberikan dan melaksanakan segala
sesuatu yang menunjukkan kemakmuran dan kesejahteraan bersama sebagai tujuan
akhir dari masyarakat atau negara.
d.
Keadilan
hukum (umum)
Yaitu mengatur hubungan antara anggota dan kesatuannya
untuk bersama-sama selaras dengan kedudukan dan fungsinya untuk mencapai
kesejahteraan umum.
KESIMPULAN
Ø Bahasa latin memiliki kata “ius – iurus”
(yang kemudian hari dipakai untuk “hak”), tapi dalam Romawi kuno kata ini lebih
spesifik penggunaannya dalam hukum.
Ø Hak selalu berhubungan dengan 2 hal, yaitu :
-
Obyektif,
dan
-
Subyektif
Ø Konsep hak diperoleh dalam perjalanan hidup.
Ø Sumber-sumber hak diantaranya adalah :
kemanusiaan, kebiasaan, kontrak
(perjanjian, kebebasan bersama untuk semua dan sumber hakiki “hak”
berasal dari Tuhan).
Ø Sebagai sisi lain hak, kewajiban subyektif.
Ø Pelaksanaan kewajiban terletak pada tanggung jawab.
Ø Hubungan antara hak dan kewajiban dikenal
dengan “teori korelasi”.
Ø Secara potensial, keadilan menunjukkan perilaku
moral pada diri manusia, dimana ia berusaha untuk mencapai “persamaan”,
sedangkan secara aktual, keadilan berarti bahwa “persamaan tersebut tergantung
pada kebenaran”.
Ø Menurut Al-Isfahan keadilan sejati terdapat
dalam perbuatan baik yang dilakukan secara spontan tanpa sikap pura-pura, dan
mencari kebanggaan atau karena takut.
Ø Keadilan ini ditunjukkan kepada : Tuhan, diri
sendiri, nenek moyang, sesamanya, dan seluruh umat manusia.
Ø Wujud keadilan antara lain : wujud
tukar-menukar, keadilan distributive, keadilan sosial dan keadilan hukum.
DAFTAR PUSTAKA
v Bertens
K., 1999, Etika, PT. Gramedia ; Jakarta .
v Fakhry,
Majid, 1996, Etika Dalam Islam, Pustaka Pelajar ; Jakarta
v Poedjawiyatna,
1996, Etika Filsafat Tingkah Laku, Rineka Cipta ; Jakarta .
v Zubair,
Charris Ahmad, 1987, Belajar Akhlak, PT. RGP ; Jakarta .
v Zubair,
Charris Ahmad, 1995, Kuliah Etika, PT. Raja Grafindo Persada ; Jakarta .
1) Bertens K., Etika, (
PT. Gramedia : Jakarta, 1999 ), hal. 65.
2) Zubair, Charris Ahmad, Kuliah
Etika, ( PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta, 1995 ), hal. 53.
3) Poedjawiyatna, Etika
Filsafat Tingkah Laku, ( Rineka Cipta :
Jakarta, 1996 ), hal. 13.
4) Ibid, hal. 60.
5) Loc.Cit, hal. 60.
6) Bertens, Op.Cit, hal.
179.
7) Poedjawiyatna, Tahu dan
Pengetahuan, ( Rineka Cipta : Jakarta, 1982 ), hal. 126.
8) Zubair, Charris Ahmad, Belajar
Akhlak, ( PT. RGP : Jakarta, 1987 ), hal. 115.
9) Drijarkara, Pertjikan Filsafat,
( PT. Pembangunan : Jakarta, 1966 ), hal. 92.
10) Bertens K., Op.Cit, hal. 192.
11) Fakhry, Majid, Etika
Dalam Islam, ( Pustaka Pelajar : Jakarta, 1996 ), hal. 84.
12) Ibid, hal. 109.
13) Ibid, hal. 110.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar