PENDAHULUAN
Marilah kita sekarang memasuki babak dan lembaran baru yang indah dari
gelombang-gelombang sejarah yang beralun-alun dipantai sejarah Islam itu menuju
cita-cita Islam yang luhur, agung dan mulia, yaitu ‘Izzul Islam wal Muslimin (
kejayaan Islam dan kaum muslimin ). Suatu mata rantai sejarah yang kait-berkait
dengan kepribadian seorang manusia yang saleh dan taqwa yang memainkan peranan
yang amat penting dalam lakon sejarah itu, Umar bin Abdul Aziz.1)
Medan kepemimpinan, kepemerintahan, perekonomian dan tidak terlepas
kepada keamanan telah mengalami sentuhan jiwa beliau. Begitu pula dengan bidang
pendidikan dan kebudayaan.2)
Pelajaran yang disuguhkan oleh Umar bin Abdul Aziz ini sangat banyak, tidak
terhitung jumlahnya. Tidak sepantasnya kita menunggu terlalu lama tentang apa
dan siapakah Umar bin Abdul Aziz itu ?.
Untuk mengenal lebih dalam pribadi seorang tokoh besar sejarah Islam
seperti halnya dengan khalifah Umar bin Abdul Aziz perlulah kita lebih dahulu
mengetahui biografi, setting sosial, metode, teori, ide pokok pemikiran beliau
tentang pendidikan Islam, dan sekilas analisa pemikiran beliau.
II. PEMBAHASAN
A. Biografi
Umar bin Abdul Aziz adalah seorang putera Syria yang dilahirkan di kota
suci Madinah pada tahun 61 H dan ada pula yang mengatakan pada tahun 63 H ( 682
M ). Beliau adalah khalifah ke – 8 Dinasti Umayyah yang berkedudukan di
Damaskus. Ia memerintah selama kurang lebih 2,5 tahun ( 99 – 102 H / 717 – 720
M ). Ia dikenal sebagai khalifah yang bijaksana, adil dan jujur, sederhana,
alim dan wara, serta tawadhu dan zahid. Dalam beberapa literatur ia disebut
juga Umar II dan disejajarkan dengan Umar bin Khattab, khalifah kedua dari
Al-Khulafaur Rashidin ( empat khalifah besar ). Nama lengkapnya adalah Abu Hafs
Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam bin As bin Umayah bin Abd Syams.
Ayahnya Abdul Aziz, pernah menjadi gubenur di Mesir selama beberapa tahun. Ia
adalah keturunan Umar bin Khattab melalui ibunya, Laila Umm Asim binti Asim bin
Umar bin Khattab.3)
Umar menghabiskan sebagian besar hidupnya di Madinah hingga ayahnya
wafat tahun 85 H ( 704 M ) kemudian pamanya, khalifah Abdul Malik bin Marwan,
membawanya ke Damaskus dan mengawinkannya dengan putrinya, Fatimah.
Umar memperoleh pendidikan di Madinah, yang pada waktu itu merupakan
pusat Ilmu pengetahuan dan gudang para ulama hadits dan tafsir. Di kota ini ia
mendapat pendidikan dan pengajaran serta bimbingan yang sehat.
Pada masa pemerintahan khalifah Al-Walid bin Abdul Malik atau Al-Walid
I ( khalifah ke – 6, memerintah tahun 86 – 87 H ) tepatnya pada tahun 87 H,
Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi gubernur Hedzjaz dengan kedudukan di kota
Madinah.4)
B. Setting
Sosial
Umar turunan Bani Umayah ; ayahnya Abdul Aziz ibnu Marwan, pamanya
khalifah agung Abdul Malik ibnu Marwan, sedang istrinya Fathimah binti Abdul
Malik, saudara dari Al-Walid. Dari saluran ini ia beroleh rezeki yang baik
serta mengenal dan mengenyam kehidupan dalam istana. Ia di didik dan dibesarkan
dalam suasana yang penuh kenikmatan dan kemakmuran hidup.5)
Semenjak kecil beliau sudah biasa berada di lingkungan Ilmu, menjadi
pelajar yang cukup tekun. Kecondongannya terhadap Ilmu sudah dimiliki sejak
kecil. Kesenangan terhadap masalah peradaban mulai tumbuh semenjak mengenal
arti kehidupan. Sejak masih di Mesir sudah terkenal dengan ketekunannya.
Pergaulannya luas diantara orang tabi’in dan perawi hadits yang menjadi
sahabatnya. Senang mendengarkan syair dan segala tentang peradaban. Segala Ilmu
agama dilahap karena senang bergaul dengan para ahli fiqh, ulama dan para guru.
Menginjak remaja, Umar bin Abdul Aziz di kirim ayahnya ke Madinah untuk
menekuni bidang agama, hadits dan Ilmu-Ilmu yang lain. Di Madinah pun tidak
berbeda dengan di Mesir. Majelis persahabatannya adalah para ulama terkenal
Madinah. Tidak mustahil dan aneh bila beliau juga cukup mumpuni ( berbobot ) di
bidang fiqh dan hadits. Umar begitu aktif di medan pengetahuan ini, sehingga
tidak mengherankan apabila hampir disetiap langkah nafas Islam mengalir.6)
Sebelum menjadi khalifah, Umar telah mengenal minyak wangi dan pakaian
sutra, sebagaimana ia mengenal nyanyian-nyanyian. Ia senang mendengarkan
nyanyian-nyanyian dan bertepuk tangan untuk para penyanyi. Dia tidak berhenti
di situ saja, bahkan ia sendiri turut bernyanyi dan mengubah not-not lagunya.
Disamping itu Umar memperlengkapi istananya dengan perabot-perabot yang paling
mewah dan mahal harganya. Menurut riwayat, sebelum Umar menjadi khalifah ada
hal-hal yang tercela pada dirinya, yaitu ketika ia terlalu suka kepada
kemewahan, memakai pakaian serta perhiasan yang berlebih-lebihan, dan
kecongkakannya ketika berjalan. Ia suka memakai minyak wangi yang istimewa.
Bila ia berjalan, maka meratalah baunya yang semerbak itu di tempat-tempat yang
dilaluinya.7)
Semua apa yang dikatakan dalam riwayat tersebut adalah benar. Tetapi
itu tidaklah aneh dan menyolok. Dan kita tidaklah boleh lupa, bahwa Umar bin
Abdul Aziz dilahirkan dirumah tangga feodal Bani Umayyah, rumah tangga
raja-raja yang hidupnya penuh dengan kesenangan dan kelezatan. Ia adalah anak
seorang gubenur pejabat tinggi yang kaya raya tetapi jujur. Pamannya adalah
seorang khalifah, Abdul Malik bin Marwan yang sangat sayang kepadanya.
Kemudian Umar menjadi khalifah. Dan saat itu merupakan garis pemisah
antara hidupnya yang lama dan hidupnya yang baru. Ia menyadari tanggung
jawabnya yang besar dan kezaliman-kezaliman yang banyak terjadi di masa itu,
serta resiko berat yang harus dihadapinya.8)
Kesibukannya sebagai khalifah-lah yang menghalangi Umar bin Abdul Aziz
menapak di dunia Ilmu pengetahuan. Mungkin tidak mustahil akan panjang langkah
yang dihasilkan beliau dibidang ini. Tidak mustahil pula mampu menjadi guru
dari para ulama dan ahli fiqh terbesar. Perhatian dan minat beliau tetap besar
sebagaimana sebelumnya meskipun jabatan khalifah membuatnya hampir tak punya
waktu memperdalam Ilmu agama. Beliau tidak kehilangan akal. Dibukanya pintu
rumah dan istana bagi para ulama sebagai medan perbincangan mereka.
Medan perbincangan itulah yang dipakai sebagai ajang perkembangan Ilmu
agama dimasa pemerintahannya. Tidak sedikit andil beliau dalam pengembangan
Ilmu agama, khususnya Ilmu hadits yang menjadi perhatian utama. Bahkan dengan
kewenangannya sebagai pemimpin masyarakat banyak hal bisa ditempuh untuk
kebaikan masyarakat.9)
C. Metode
Kesibukan Umar sebagai khalifah tidak menghalangi untuk memberi
semangat dan pengarahan dalam bidang pengembangan Ilmu. Tidak saja memberikan
pegnarahan agar para ulama menjalankan tugas pokok mereka, menyediakan lahan dan
jaminan agar mereka tidak tergoda melakukan yang lain, tetapi Umar juga
mempunyai andil yang cukup besar dalam bidang ilmiah bagi umat Islam.
Waktu malam adalah saat menegakkan diskusi ilmiah dan membuka
pintu-pintu perdebatan yang sehat, bebas dan merdeka. Umar sadar sepenuhnya
itulah cara untuk menghidupkan semangat dalam mencapai hakikat yang terlepas.
Umar bin Abdul Aziz menggunakan arena diskusi tersebut sebagai alat menyegarkan
jiwa. Musyawarah dan tukar pikiran adalah pintu rahmat dan kunci barakah.
Perdebatan argumen, dan alasan serta fikiran akan menggerakkan otak.
Mendalamkan pengertian dan pemahaman tentang sesuatu. Juga tidak lupa
memperkaya pendapat dan pemikirannya.10)
Jadi dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan oleh Umar bin Abdul
Aziz adalah metode diskusi dan musyawarah. Untuk bertukar pikiran tentang
sesuatu, terutama tentang Ilmu agama.
C. Teori
Umar bin Abdul Aziz telah memenangkan hal yang hakiki. Kemenangan
hakiki yang mengembalikannya ke pengalaman ruhaniah pemikiran pertama, dan
ikatan kesatuan yang kokoh dengan Allah SWT. Kemenangan yang selalu mewarnai
setiap gerak, shalat, puasa, tilawah dan dzikir serta pemikiran tentang umat.
Semua itu dilandasi dengan keimanan yang hidup dengan mantap, yang bersumber
kepada sanubari yang selalu berhubungan dengan Allah dan kekuasaan-Nya. Hal
demikian sebenarnya sudah menjadi kaidah kemasyarakatan di masa Rasulullah SAW
dan khulafaur Rasyidin itu semua akan menjadi pembimbing utama dalam gerak
langkah maju untuk menjunjung tinggi lambang Islam “ Laa Ilaaha Illallah ”.
Dari pembinaan dan pendidikan yang ditempuh Umar dapat disimpulkan
bahwa teori pendidikannya adalah teori “ Ing ngarso sung tuladha ”.11)
E. Pokok-Pokok
Pemikiran
Umar mengetahui benar hakikat menakjubkan dari pendidikan. Dia bisa
mengolah seorang anak muslim yang bertauhid, baik bagi dirinya maupun
sasarannya.12)
Khalifah Umar sangat nampak sekali bagaimana seriusnya beliau didalam
mengarahkan dan membimbing didikannya agar senantiasa berada pada jalan
kebenaran. Jika sudah demikian, demi Allah ajaran baru pun tidak mempan, tidak
mampu mempengaruhi dan memojokannya. Hal ini pula yang diinginkan Umar dari
putra-putrinya sebagaimana tersurat dalam tulisan yang dikirimkan kepada guru
kepada anak-anaknya.
Aku memilih anda atas dasar pengetahuannya bahwa anda mampu memberi
pelajaran pada anak-anakku. Aku jauhkan mereka dari kehidupan khusus. Tidak ada
pengawal dan pula tiada perlakuan khusus untuk mereka. Dengan demikian aku
berharap anda dapat bertindak tegas, keras dan disiplin terhadap mereka agar
mereka cepat mendapatkan kemajuan. Jangan berkawan terlalu dekat dengan mereka,
karena yang demikian itu biasanya membawa kelengahan. Jangan pula terlalu
banyak tertawa karena itu akan mematikan hati. Tanamkan hal utama dan pertama dalam
pendidikan yang kau berikan tentang keyakinan bahwa berfoya-foya yang didalangi
setan wajib dibenci. Ajarkan mereka menghafal satu juz dari Al-Qur'an pada
permualaan. Sesudahnya anda ajari mereka memanah. Bawa keladang tanpa sepatu
untuk menembak sasaran baru kemudian bawa ke tempat yang teduh.
Itu semua adalah dalam rangka menyiapkan mental putra-putranya agar
menjadi tabah, tekun, dan tidak kenal menyerah. Tidak tenggelam dalam kehidupan
duniawi dan bisa merasakan kehidupan sederhana yang cenderung jauh dari
kemewahan.
Adapun pokok-pokok pemikiran beliau dalam pendidikan, yaitu :
v Segala gerak
pembaharuan tidak akan langgeng tanpa diikuti adanya sikap mental yang baik,
siap menerima perubahan itu. Gerak perubahan harus dimuali dari gerak batin,
amalan batin yang oleh Rasulullah SAW disebutkan dengan “ Al-Jihad Al-Akbar ”.
v Adanya kesimbangan
antara ajaran lahiriah dan yang diterima dibatiniyahnya. Perubahan lahiriyah
saja tanpa persiapan perubahan batiniyah jelas hanya akan menemukan kegagalan.
v Ilmu dan amalan
merupakan ikatan yang tidak terpisahkan. Tidak ada Ilmu tanpa amalan dan tidak
ada amalan tanpa Ilmu. Inilah inti faham pendidikan yang dibawa Islam dan yang
pula disampaikan Umar bin Abdul Aziz.13)
v Pengalaman tanpa
adanya standar ilmiah tidak akan membawa hasil yang nayata. Adapula yang
berbahaya dari amalan. Yaitu apabila disertai dengan rasa kebanggaan. Hasilnya
yang akan datang ialah seperti benih yang lahiriahnya banyak menipu umat
manusia.14)
F. Analisa
Pemikiran
Perjalanan beliau Umar bin Abdul Aziz selama dua tahun lima bulan
akhirnya memberikan pengertian akhir kepada kita. Pelajaran yang lebih banyak
menunjukkan hakikat penting dalam sejarah manusia dan kaum muslimin khususnya.
Yaitu keberhasilan Umar yang mendasar dalam kehidupan manusia disegala medan
dalam waktu yang relatif singkat. Hampir semua segi kehidupan dan sasaran
manusia mengalami sentuhan perubahan tangan beliau, siasat dan perang, tata
negara dan kemasyarakatan, perekonomian, dan juga pendidikan dan kebudayaan.
Umar bin Abdul Aziz adalah penguasa yang unik dari segala segi. Nilai
administrasi yang tinggi yang ditetapkannya hanya dapat tertandingi oleh empat
khalifah ilam yang pertama. Dengan berpedoman pada kebenaran dan keadilan
itulah dua sendi pokok dari terpeliharanya pedoman ini. Jika salah satu hilang,
maka hilanglah tata tertib ilahi. Apalagi jika kedua-duanya hilang, entah apa
jadinya.
DAFTAR PUSTAKA
A. Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta :
PT. Ali Husna Zikra, 1995.
Ensiklopedi Islam,
Jakarta : PT. Ichtiar Van Hoeve, 1994.
Firdaus A.N, Kepemimpinan
Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Jakarta : CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1985.
Imaduddin Kholil, Umar bin Abdul
Aziz : Perombak Wajah Pemerintahan Islam, Solo : CV. Pustaka Mantiq, 1992.
Jamil Ahmad, Seratus Tokoh
Terkemuka, Jakarta : Pustaka Firdaus, 2000.
1) Firdaus A.N, Kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, (
Jakarta : CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1985 ), hlm. 52.
2) Imaduddin Kholil, Umar bin Abdul Aziz : Perombak Wajah
Pemerintahan Islam, ( Solo : CV. Pustaka Mantiq, 1992 ), hlm. 173.
3) Op. Cit, hlm.
54.
4) Ensiklopedi Islam 5, ( Jakarta
: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994 ), hlm. 122.
5) A. Syalabi, Sejarah
Kebudayaan Islam, ( Jakarta : PT. Ali Husna Zikra, 1995 ), hlm. 105.
6) Imaduddin Kholil, Op. Cit,
hlm. 175-176.
7) A. Syalabi, Op. Cit,
hlm. 105-106.
8) Ibid, hlm. 106.
9) Imaduddin Kholil, Op. Cit,
hlm. 176.
10) Ibid, hlm. 179-180.
11) Ibid, hlm. 173.
12) Ibid, hlm. 181.
13) Ibid, hlm. 173-182.
14) Ibid, hlm. 182.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar