Social Icons

Pages

Kamis, 10 Oktober 2013

PERADABAN ISLAM MASA RASULULLAH


PENDAHULUAN

Peradaban Islam adalah terjemahan dari kata Arab “Al-Khadharah Al-Islamiyah”. Kata Arab ini sering juga diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan kebudayaan Islam. “Kebudayaan” dalam bahasa Arab adalah Al-Tsaqafah. Di Indonesia, sebagaimana juga di Arab dan Barat, masih banyak orang yang mensinonimkan dua kata “kebudayaan” ( Arab, Al-Tsaqafah, Inggris, culture ) dan “peradaban” ( Arab, Al-Hadharah, Inggris, Cilivization ). Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra, religi ( agama ) dan moral, maka peradaban terefleksikan dalam politik, ekonomi dan teknologi.
Landasan “peradaban Islam” adalah “kebudayaan Islam” terutama wujud idealnya, sementara landasan “kebudayaan Islam” adalah agama. Jadi, dalam Islam, tidak seperti pada masyarakat yang menganut agama “bumi” ( non-samawi ), agama bukanlah kebudayaan tetapi dapat melahirkan kebudayaan. Kalau kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia, maka agama Islam adalah wahyu dari Tuhan.













PEMBAHASAN

PERADABAN ISLAM PADA MASA RASUL

A.    DAKWAH DAN PERJUANGAN NABI MUHAMMAD SAW
1.      Sebelum Masa Kerasulan
Nabi Muhammad SAW adalah anggota Bani Hasyim, suatu kabilah yang kurgan berkuasa dalam suku Quraisy, Nabi Muhammad lahir dari keluarga terhormat dengan relatif miskin. Tahun kelahiran Nabi dikenal dengan nama tahun Gajah ( 570 M ). Dinamakan demikian karena pada tahun itu pasukan Abrakah, gubernur kerajaan Habsyi ( Ethiopia ), dengan menunggang gajah menyerbu Mekah untuk menghancurkan ka’bah.
Dalam usia muda Muhammad hidup sebagai pengembala kambing keluarganya dan kambing penduduk Mekah. Melalui kegiatan pengembalaan ini dia menemukan tempat untuk berpikir dan merenung. Dalam suasana dulu, dia ingin melihat sesuatu dibalik semuanya. Pemikiran dan perenungan ini membuatnya jauh dari segala pemikiran nafsu duniawi, sehingga terhindar dari berbagai macam noda yang dapat merusak namanya, karena itu sejak muda ia sudah dijuluki “Al-Amin”, orang yang terpercaya.
Pada usia yang kedua puluh lima, Muhammad berangkat ke Syiria membawa barang dagangan saudagar wanita kaya raya yang telah lama menjanda, khadijah. Dalam perdagangan ini, Muhammad memperoleh laba yang besar. Khadijah kemudian melamarnya, ketika itu Muhammad berusia 25 tahun dan Khadijah 40 tahun. Dalam perkembangan selanjutnya, Khadijah adalah wanita pertama yang masuk Islam dan banyak membantu Nabi dalam perjuangan menyebarkan Islam.
Peristiwa penting yang memperlihatkan kebijaksanaan Muhammad terjadi pada saat usianya 35 tahun. Waktu itu bangunan Ka’bah rusak berat. Perbaikan Ka’bah dilakukan secara gotong-royong. Para penduduk Mekah membantu pekerjaan itu dengan suka rela. Tetapi pada saat terakhir, ketika pekerjaan tinggal mengangkat dan meletakkan “Hajar Aswad” ditempatnya semula, timbul perselisihan. Perselisihan semakin memuncak, namun akhirnya para pemimpin Quraisy sepakat bahwa orang yang pertama masuk ke Ka’bah melalui pintu Shafa, akan dijadikan hakim untuk memutuskan perkara ini. Ternyata, orang yang pertama masuk itu adalah Muhammad. Ia pun dipercaya menjadi hakim. Dengan demikian, perselisihan dapat diselesaikan dengan bijaksana, dan semua kepala suku merasa puas dengan cara penyelesaian seperti itu.

2.      Masa Kerasulan
Menjelang usianya yang ke empat puluh, dia sudah terlalu memisahkan diri dari kegalauan masyarakat, karena melihat kegelapan pada umatnya yang menyembah berhala, beliau merasa prihatin dengan mengundurkan diri dari keramaian, bertahannus, menyepi di Gua Hira di puncak Gunung Nur di luar Mekah. Usaha untuk mendapat petunjuk dari yang Maha Kuasa ini berhasil dengan datangnya Malaikat Jibril pada bulan Ramadhan tanggal 17 tahun ke empat puluh dari umurnya. Malaikat Jibril muncul dihadapannya, menyampaikan wahyu yang pertama :
Surat Al-Alaq ayat 1-5 :
Yang artinya : “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu itu Maha Mulia. Yang mengajarkan dengan pena / kalam. Yang mengajarkan manusia apa yang mereka tidak tahu”.
Dengan turunnya wahyu pertama itu, berarti Muhammad telah dipilih Tuhan sebagai Nabi.
Kemudian turun wahyu lagi yang kedua dalam surat Al-Mudassir :              1-7, yang artinya : “Hai orang yang berselimut ! Bangun dan sampaikanlah peringatan. Dan agungkanlah Tuhanmu. Pakaianmu pun bersihkan. Dan hindarkan perbuatan dosa. Jangan kau memberi, karena ingin menerima lebih banyak. Dan demi tuhanmu, tabahkan hatimu”.
Dari situlah Muhammad diangkat menjadi Rasul yang harus berdakwah, mengajak umatnya untuk mengagungkan Tuhan dan membersihkan jiwa dan raga.
Ajakan Muhammad sebagai Rasulullah untuk mengagungkan Tuhan dimulai dari lingkungan keluarga. Mula-mula khadijah yang percaya lebih dahulu, kemudian Ali ibn Abi Thalib yang masih belum baligh ketika ia melihat Nabi SAW, dan khadijah sedang sehat. Demikianlah Islam baru tersiar secara diam-diam dikalangan keluarga.
Langkah dakwah seterunya yang diambil Muhammad adalah menyeru masyarakat umum. Nabi mulai menyeru segenap masyarakat kepada Islam dengan terang-terangan, baik golongan bangsawan maupun hamba sahaya. Ia juga menyeru orang-orang yang datang ke Mekkah, dari berbagai negeri untuk mengerjakan haji.
Jumlah pengikut Nabi yang tadinya hanya belasan orang, makin hari makin bertambah. Mereka terutama terdiri dari kaum wanita, budak, pekerja dan orang-orang yang tidak punya. Meskipun kebanyakan mereka adalah orang-orang yang lemah, namun semangat mereka sungguh membaja.
Setelah dakwah terang-terangan itu, pemimpin Quraisy mulai berusaha menghalangi dakwah Rasul. Semakin bertambahnya jumlah pengikut Nabi semakin keras tantangan dilancarkan kaum Quraisy. Menurut Syalabi, ada lima faktor yang mendorong orang Quraisy menentang seruan Islam, antara lain :
1)      Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani Abdul Muthalib yang terakhir ini sangat tidak mereka inginkan.
2)      Nabi Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya. Hal ini tidak disetujui oleh kelas bangsawan Quraisy.
3)      Para pemimpin Quraisy tidak dapat menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan-pembalasan di akhirat.
4)      Taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurut akar pada bangsa Arab.
5)      Pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki.
Banyak cara yang ditempuh para pemimpin Quraisy untuk mencegah dakwah Nabi Muhammad. Pertama mereka mengira bahwa kekuatan Nabi terletak pada perlindungan dan pembelaan Abu Thalib yang amat disegani itu. Karena itu mereka menyusun siasat bagaimana melepaskan hubungan Nabi dengan Abi Thalib dan mengancam dengan mengatakan :
“Kami minta Anda memilih satu diantara dua : Memerintahkan Muhammad berhenti dari dakwahnya atau Anda menyerahkannya kepada kami”. Nampaknya Abu Thalib cukup terpengaruh dengan ancaman tersebut sehingga ia mengharapkan Muhammad menghentikan dakwahnya. Namun, Nabi menolak dengan mengatakan : “Demi Allah saya tidak akan berhenti memperjuangkan amanat Allah ini. walaupun seluruh anggota keluarga dan sanak saudara akan mengucilkan saya”. Abu Thalib sangat terharu mendengar jawaban kemenakannya itu, kemudian berkata : “Teruskanlah, demi Allah aku akan terus membelanya”.
Kamu Quraisy merasa gagal, mereka mengutus Walib ibn Mughirah dengan membawa Umarah ibn Walid, untuk dipertukarkan dengan Nabi Muhammad. Walid ibn Mughirah berkata kepada Abu Thalib : “Ambilah mereka menjadi anak saudara, tetapi serahkan Muhammad kepada kami untuk kami bunuh”. Usul ini langsung ditolak keras oleh Abu Thalib. Kekejaman yang dilakukan oleh penduduk Mekah terhadap kaum muslimin itu, mendorong Nabi Muhammad untuk mengungsikan sahabat-sahabatnya keluar Mekah. Pada tahun kelima kerasulannya, Nabi menetapkan Habsyah          ( Ethiopia ) sebagai negeri tempat pengungsian, karena Negus ( raja ) negeri itu adalah seorang yang adil, menghormati kaum muslimin.
Menguatnya posisi umat Islam memperkeras relaksi kaum musyrik Quraisy. Mereka menempuh cara baru dengan melumpuhkan kekuatan Nabi Muhammad yang bersandar pada perlindungan Bani Hasyim. Mereka harus melumpuhkan Bani Hasyim terlebih dahulu. Cara yang ditempuh adalah pemboikotan. Tidak seorang pun penduduk Mekah diperkenankan melakukan hubungan jual beli dengan Bani Hasyim. Persetujuan dibuat dalam bentuk piagam dan ditanda tangani bersama dan disimpan didalam Ka’bah.
Akibat boikot tersebut, Bani Hasyim menderita kelaparan, kemiskinan dan kesengsaraan yang tidak ada bandingannya. Dengan demikian akhirnya mereka pindah ke suatu lembah diluar kota Mekah. Tindakan pemboikotan dimulai pada tahun ke-7 kenabian berlangsung selama 3 tahun. Ini merupakan tindakan paling menyiksa dan melemahkan umat Islam.
Pemboikotan berhenti setelah Quraisy menyadari bahwa apa yang mereka lakukan sungguh tindakan yang keterlaluan. Tak lama kemudian Abu Thalib meninggal dunia dalam usia 87 tahun. Tiga hari setelah itu, Khadijah, istri Nabi meninggal dunia pula. Tahun ini merupakan tahun kesedihan bagi Nabi Muhammad, disebut tahun ‘Amul Khuzni’. Orang-orang Quraisy semakin keras mengganggu Rasulullah SAW. Sehingga beliau merasa tertekan sekali Nabi menyiarkan agamanya ke Taif, namun beliau ditolak oleh penduduk Taif mereka menyakitinya dengan lemparan batu.
Untuk menghibur Nabi yang sedang ditimpa duka, Allah mengisra’ dan memi’rajkan beliau pada tahun ke-10 kenabian itu.
Setelah peristiwa Isra’ dan Mi’raj, suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam muncul. Berhaji ke Mekah. Mereka yang terdiri dari suku Aus’ dan Khazraj, masuk Islam dalam tiga gelombang :
v  Pertama, pada tahun kesepuluh kenabian beberapa orang Khazraj berkata kepada Nabi : “Bahwa bangsa kami terlibat permusuhan, yaitu antara suku Khazraj dan Aus. Dan benar-benar merindukan perdamaian. Kiranya Tuhan mempersatukan mereka kembali dengan perantaraan dan ajaran-ajaran yang engkau bawa. Oleh karena itu, kami akan berdakwah agar mereka mengetahui agama yang kami terima dari engkau ini”.
v  Kedua, pada tahun kedua belas kenabian delegasi Yatsrib, terdiri dari sepuluh orang suku Khazraj dan dua orang suku Aus dan seorang wanita menemui Nabi di suatu tempat bernama Aqabah. Mereka mengatakan ikrar kesetiaan. Rombongan ini kemudian kembali ke Yatsrib sebagai juru dakwah dengan ditemani oleh Mus’ab bin Umair yang sengaja di utus Nabi atas permintaan mereka. Ikrar ini disebut dengan perjanjian “Aqabah Pertama”.
Pada musim haji berukutnya, yang datang dari Yatsrib berjumlah 73 orang. Atas nama penduduk Yatsrib, mereka meminta pada Nabi agar berkenan pindah ke Yatsrib. Mereka berjanji akan membela Nabi dari segala ancaman. Nabi pun menyetujui usul yang mereka ajukan. Perjanjian ini disebut perjanjian “Aqabah Kedua”.
Kaum musyrikin Quraisy mengetahui adanya perjanjian antara Nabi dan orang-orang Yatsrib itu, mereka kian gila melancarkan intimidasi terhadap kaum muslimin. Hal ini membuat Nabi segera memerintahkan para sahabatnya untuk hijrah ke Yatsrib. Dalam waktu 2 bulan, hampir semua kaum muslimin, ± 150 orang, meninggalkan kota Mekah. Hanya Ali dan Abu Bakar yang tetap tinggal di Mekkah bersama Nabi. Keduanya menemani Nabi sampai ia pun berhijrah ke Yatsrib karena kafir Quraisy sudah merencanakan akan membunuhnya.
Dalam perjalanan ke Yatsrib, Nabi tiba ke Quba sebuah desa yang jaraknya lima kilometer dari Yatsrib. Nabi istirahat menginap dirumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini Nabi membangun sebuah masjid. Masjid yang pertama dibangun oleh Nabi sebagai pusat peribadatan. Penduduk Yatsrib menunggu kedatangannya. Waktu yang mereka tunggu itu tiba, Nabi memasuki Yatsrib dan penduduk menyambut kedatangan Nabi, nama kota Yatsrib diubah menjadi “Madinatun Nabi ( Kota Nabi )” atau sering pula disebut “Madinatul Munawwaroh ( Kota yang bercahaya )”, karena dari sinilah sinar Islam memancar keseluruh dunia. Dalam istilah sehari-hari, kota ini cukup disebut Madinah saja.

B.     PEMBENTUKAN NEGARA MADINAH
Setelah tiba dan diterima penduduk Yatsrib ( Madinah ), Nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu. Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru itu, ia segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat, antara lain :


1)      Mendirikan masjid untuk tempat sholat, juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa mereka, disamping sebagai tempat bermusyawarah, merundingkan masalah-masalah yang dihadapi, masjid juga sebagai pusat pemerintahan pada masa Nabi.
2)      Ukhuwah Islamiyah, persaudaraan sesama muslim, mempersaudarakan antara golongan Muhajirin dan Anshar. Apa yang dilakukan Rasulullah SAW ini berarti menciptakan suatu bentuk persaudaraan yang baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan darah.
3)      Perjanjian untuk saling membantu antara kaum muslimin dan bukan muslimin.
4)      Meletakkan landasan berpolitik, ekonomi dan kemasyarakatan bagi negeri Madinah yang baru terbentuk.
Perang pertama yang sangat menentukan masa depan negara Islam adalah Perang Badar, perang antara kaum muslimin dengan kaum Quraisy. Dalam perang ini kaum muslimin keluar sebagai pemenang.
Bagi kaum Quraisy, kekalahan mereka dalam Perang Badar merupakan pukulan berat. Mereka bersumpah akan membalas dendam. Pada tahun 3 H, mereka membawa tidak kurang dari 3.000 pasukan berkendaraan unta. Perang ini terjadi di Bukit Uhud, yang disebut dengan Perang Uhud. Dalam perang ini kemenangan sudah diambang pintu ini tiba-tiba gagal karena godaan harta peninggalan. Nabi sudah memperingatkan agar tidak meninggalkan posnya. Kelengahan kaum muslimin ini dimanfaatkan dengan baik oleh musuh.
Dengan demikian selama dua tahun Perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam sudah menjangkau seluruh jazirah Arab dan mendapat tanggapan yang positif. Perjanjian Hudaibiyah ternyata menjadi senjata bagi umat Islam untuk memperkuat dirinya. Orang-orang kafir Quraisy membatalkan perjanjian tersebut. Dengan demikian Nabi tampil sebagai pemenang. Masih ada dua suku yang masih menentang, yaitu Bani Tsaqif di Taif dan Bani Hawazin. Mereka sudah ditaklukkan oleh pasukan Islam.


Dengan demikian seluruh Jazirah Arab berada di bawah pimpinan Nabi Muhammad SAW. Dalam haji yang terakhir, Haji Wada’, tahun 10 H ( 631 H ). Nabi menyampaikan khotbahnya yang sangat bersejarah. Isi khotbah itu antara lain, larangan menumpahkan darah kecuali dengan haq dan larangan mengambil harta orang lain dengan batil, larangan riba dan larangan menganiaya, dsb.



SIMPULAN


Dari perjalanan sejarah Nabi ini, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad SAW, disamping sebagai pemimpin agama, juga seorang negarawan, pemimpin politik dan administrasi yang cakap. Hanya dalam waktu sebelas tahun menjadi pemimpin politik, beliau berhasil menundukkan Jazirah Arab ke dalam kekuasaannya.



DAFTAR  PUSTAKA


1.      Sejarah Peradaban Islam, Dr. Badri Yatim, MA., PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
2.      Sejarah Hidup Muhammad, Muhammad Husain Haekal, Litera Antar Nusa, Jakarta, 1990.
3.      Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab, Dr. Ali Mufrodi.
4.      Peradaban Islam Dulu, Kini dan Esok¸ Dr. Mustofa As-Sita’i, PT. Gema Insani press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blogger templates

 

Sample text

Sample Text

Sample Text