Social Icons

Pages

Minggu, 12 Februari 2012

corak penafsiran al-qur'an


BAB  I
PENDAHULUAN

Al-Qur'an yang merupakan bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW, sekaligus petunjuk untuk umat manusia kapan dan dimana pun, memiliki pelbagai macam keistimewaan. Keistimewaan teresbut, antara lain, susunan bahasanya yang unik memesonakan, dan pada saat yang sama mengandung makna-makna yang dapat dipahami oleh siappun yang memahami bahasanya, walaupun tentunya tingkat pemahaman mereka akan berbeda-beda akibat berbagai faktor.
Redaksi ayat-ayat Al-Qur'an, sebagaimana setiap redaksi yang diucapkan atau ditulis, tidak dapat dijangkau maksudnya secara pasti, kecuali oleh pemilik redaksi tersebut. Hal ini kemudian menimbulkan keaneragaman penafsiran. Dalam hal Al-Qur'an, para sahabat Nabi sekalipun, yang secara umum menyaksikan turunnya wahyu, mengetahui konteksnya, tidak jarang berbeda pendapat, atau bahkan keliru dalam pemahaman mereka tentang maksud firman-firman Allah yang mereka dengar atau mereka baca itu.1) Dari sini kemudian para ulama menggaris bawahi bahwa tafsir adalah “penafsiran tentang arti atau maksud firman-firman Allah sesuai dengan kemampuan manusia ( mufasir )”.2) Dan bahwa “kepastian arti satu kosakara atau ayat tidak mungkin atau hampir tidak mungkin dicapai kalau pandangan hanya tertuju kepada kosakata atau ayat tersebut secara berdiri sendiri”.3)
Untuk itu mempelajari Al-Qur'an laksana meminum air laut, semakin banyak diminum semakin terasa haus. Begitu pula mempelajari Al-Qur'an, semakin didalami semakin terasa miskinnya ilmu seorang hamba dan semakin jelas kelihatan disetiap sisinya memancarkan nur ( cahaya ), karena itu pembahasa mengenai Al-Qur'an dan segala aspeknya tidak akan pernah berakhir. Dalam makalah saya disini sedikit akan mengupas bagaimana caranya mendalami Al-Qur'an, yaitu metodologi penafsiran Al-Qur'an semoga makalah saya ini bermanfaat.

BAB  II

PEMBAHASAN

Perlu digaris bawahi bahwa walaupun Al-Qur'an menggunakan kosa kata yang digunakan oleh orang-orang Arab pada masa turunnya, namun pengertian kosakata tersebut tidak selalu sama dengan pengertian-pengertian yang populer di kalangan mereka. Al-Qur'an dalam hal ini menggunakan kosakata tersebut, tetapi bukan lagi dalam bidang-bidang sematik yang mereka kenal.4)
Disisi lain, perkembangan bahasa Arab dewasa ini telah memberikan pengertian-pengertian baru bagi kosakata-kosakata yang juga digunakan oleh Al-Qur'an.
Dalam hal ini seseorang tidak bebas untuk memilih pengertian yang dikehendakinya atas dasar pengertian satu kosakata pada masa pra-Islam, atau yang kemudian berkembang. Seorang mufasir, di samping harus memperhatikan struktur serta kaidah-kaidah kebahasaan serta konteks pembicaraan ayat, juga harus memperhatikan penggunaan Al-Qur'an terhadap setiap kosakata, dan mendahulukannya dalam memahami kosakata tersebut daripada pengertian yang dikenal paa pra-Islam. Bahkan secara umum tidak dibenarkan untuk menggunakan pengertian-pengertian baru yang berkembang kemudian.
Apabila tidak ditemukan pengertian-pengertian khusus Al-Qur'an bagi satu kosa kata atau terdapat petunjuk bahwa pengertian Al-Qur'an tersebut bukan itu yang dmaksud oleh ayat, maka dalam hal ini seseorang mempunyai kebebasan memilih arti yang dimungkinkan menurut pemikirannya dari sekian arti yang dimungkinkan oleh penggunaan bahasa.
Kata ‘alaq dalam wahyu pertama “Dia ( Tuhan  ) menciptakan manusia dari ‘alaq” ( QS. 96 : 2 ) mempunyai banyak arti, antara lain segumpal darah, jenis cacing ( lintah ), sesuatu yang berdempet dan bergantung, kebergantungan, dan sebagainya. Disini seseorang mempunyai kebebasan untuk memilih salah satu dari arti-arti tersebut dengan mengemukakan alasannya.5)
Perbedaan-perbedaan pendapat akibat pemilihan arti-arti tersebut harus dapat ditoleransi dan ditampung, selama ia dikemukakan dalam batas-batas tanggung jawab dan kesadaran. Bahkan agama memilih bahwa mengemukakannya pada saat itu memperoleh pahal dari Tuhan walaupun seandainya ia kemudian terbukti keliru.

I.    CORAK DAN METODOLOGI PENAFSIRAN

Seperti kita ketahui bahwa Rasulullah SAW adalah merupakan orang pertama yang berhak untuk menafsirkan Al-Qur'an ( mufasir awal ), karena pada masa Nabi segala persoalan yang berkaitan dengan persoalan umat bisa langsung ditanyakan kepada Nabi SAW. Lain halnya penafsiran pada sahabat dipergunakan beberapa pendekatan yang antara lain sebagai berikut :6)
Pertama, dengan pendekatan Al-Qur'an itu sendiri. Corak dari metode jenis ini adalah bahwa ayat yang masih bersifat global terdapat penjelasannya pada ayat yang lain. Begitu pula ayat-ayat yang bersifat mutlak atau masih umum, terdapat pada tempat lain ayat yang menjadi qayid atau yang mengkhususkannya.
Kedua, penafsiran yang dikembalikan kepada Nabi. Hal ini dilakukan terutama ketika para sahabat Nabi mendapatkan kesulitan dalam memahami suatu ayat dari Al-Qur'an.
Ketiga, pemahaman dan ijtihad sahabat Nabi. Hal ini diperlukan jika mereka tidak menemukan tafsiran suatu ayat dalam kitab Allah dan juga tidak menemukannya dari penjelasan Nabi.7)

II. MACAM-MACAM PENAFSIRAN AL-QUR'AN

A.    Tafsir Tahlili

Tafsir tahlili ialah, mengkaji ayat-ayat Al-Qur'an dari segala segi dan maknanya, ayat demi ayat dan surat demi surat, sesuai dengan urutan dalam mushaf Utsmani. Untuk itu, pengkajian metode ini kosa kata dan lafazh, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, menjelaskan apayagn dapat diistinbath-kan dari ayat serta mengemukakan kaitan antara ayat-ayat dan relevansinya dengan surat sebelum dan sesudahnya. Untuk itu, ia merujuk kepada sebab-sebab turun ayat, hadits-hadtis Rasulullah SAW dan riwayat dari para sahabat dan tabi’in.8)
Metode tahlili adalah, metode yang dipergunakan kebanyakan ulama pada masa-masa dahulu. Akan tetapi, diantara mereka ada yang mengemukakan kesemua hal tersebut di atas dengan panjang lebar ( ithnab ), ada yang dengan singkat ( ijaz ), dan ada pula yang mengambil langkah pertengahan ( musawah ). Mereka sama-sama menafsirkan Al-Qur'an dengan menggunakan metode tahlili, tetapi dengan corak yang berbeda.
Para ulama membagi wujud tafsir Al-Qur'an dengan metode tahlili kepada tujuh macam, yaitu Tafsir bi Al-Ma’tsur, Tafsir bi Al-Ra’yi, tafsir Shufi, Tafsir Falasafi, Tafsir Fiqhi, Tafsir Ilmi dan Tafsir Adabi.

1.      Tafsir bi Al-Ma’tsur
Penafsiran ( penjelasan ) ayat Al-Qur'an terhadap maksud ayat Al-Qur'an yang lain. Termasuk dalam Tafsir bi Al-Ma’tsur adalah penafsiran Al-Qur'an dengan hadits-hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW. Penafsiran Al-Qur'an dengan pendapat para sahabat berdasarkan ijtihad mereka, dan penafsiran Al-Qur'an dengan pendapat tabi’in. diantara kitab Tafsir bi Al-Ma’tsur ialah kitab-kitab Jami’ Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur'an, karangan Imam Ibnu Jarir Al-Thabari.

2.      Tafsir bi Al-Ra’yi
Penafsiran yang dilakukan mufassir dengan menjelaskan ayat Al-Qur'an berdasarkan pendapat atau akal. Para ulama menegaskan bahwa Tafsir bi Al-Ra’yi ada yang diterima dan ada yang ditolak. Suatu penafsiran bi Al-Ra’yi dapat dilihat dari kualitas penafsirannya. Apabila ia memenuhi sejumlah persyaratan yang dikemukakan para ulama tafsir, maka diterimalah penafsirannya. Jika tidak, maka ditolak penafsirannya. Diantara kitab Tafsir bi Al-Ra’yi adalah kitab Madarik Tanzil Wa Haqaq Al-Ta’wil, karangan Al-Ustadz Mahmud Al-Nasafi.

3.      Tafsir Shufi
Penafsiran yang dilalukan para sufi yang ada pada umumnya dikuasai oleh ungkapan mistik. Ungkapan-ungkapan tersebut tidak dapat dipahami kecuali oleh orang-orang shufi dan yang melatih diri untuk menghayati ajaran tasawuf. Diantara kitab tafsir shufi adalah kitab Tafsir Al-Qur'an Al-Adzim, Karangan Imam Al-Tusturi.

4.      Tafsir Fikih
Penafsiran ayat Al-Qur'an yang dilakukan ( tokoh ) suatu mazhab untuk dapat dijadikan sebagai dalil atas kebenaran mazhabnya. Tafsir Fikih banyak ditemukan dalam kitab-kitab fikih karangan Imam-Imam dari berbagai mazhab yang berbeda, sebagaimana kita temkan sebagian ulama mengarang kitab Tafsir Fikih adalah kitab “Ahkam Al-Qur'an” karangan Al-Jasshash.

5.      Tafsir Falsafi
Penafsiran ayat-ayat Al-Qur'an dengan menggunakan teori-teori filsafat. Contoh kitab Tafsir Falsafi adalah kitab Mafatib Al-Ghaib yang dikarang Al-Farkhr Al-Razi. Dalam kitab tersebut ia menempuh cara ahli filsafat keutuhan dalam mengemukakan dalil-dalil yang didasarkan pada ilmu kalam dan simantik ( logika ).
6.      Tafsir ‘Ilmi
Penafsiran ayat-ayat kauniyah yang terdapat dalam Al-Qur'an dengan mengkaitkannya dengan ilmu-ilmu pengetahuan modern yang timbul pada masa sekarang. Diantara kitab tafsir ilmi adalah kitab Al-Islam Yata’adda, karangan Al-‘Allamah Wahid Al-Din Khan.

7.      Tafsir Adabi
Penafsiran ayat-ayat Al-Qur'an dengan mengungkapkan segi balaghah Al-Qur'an dan kemu’jizatannya, menjelaskan makna-makna dan sasaran-sasaran yang dituju Al-Qur'an, mengungkapkan hukum-hukum alam, dan tatanan-tatanan kemasyarakatan yang dikandungnya. Tafsir Adabi merupakan corak baru yang menarik pembaca dan menumbuhkan kecintaan kepada Al-Qur'an serta memotivasi untuk menggali makna-makna dan rahasia-rahasia Al-Qur'an. Diantara kitab tafsir adabi adalah kitab tafsir Al-Manar, karya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha.

  1. Tafsir Ijmali
Tafsir ijmali yaitu penafsiran Al-Qur'an dengan uraian singkat dan global, tanpa uraian panjang lebar. Mufassir menjelaskan arti dan makna ayat dengan uraian singkat yang dapat menjelaskan sebatas artinya tanpa menyinggung hal-hal selain arti yang dikehendaki. Hal ini dilakukan terhadap ayat-ayat Al-Qur'an, ayat demi ayat dan surat-demi surat, sesuai urutannya dalam mushaf dalam kerangka uraian yang mudah dengan bahasa dan cara yang dapat dipahami orang yang pintar dan orang yang bodoh dan orang pertengahan antara keduanya.
Diantara kitab-kitab tafsir dengan metode ijmali adalah :
1.      Tafsir Al-Jalalain, karya Jalal Al-Din Al-Sayuthi dan Jalal Al-Din Al-Mahalli.
2.      Shofwah Al-Bayan Lima’ani Al-Qur'an, karya Syeikh Husnain Muhammad Mukhlut.
3.      Tafsir Al-Qur'an Al-Azhim, karya Ustads Muhammad Farid Majdy.
  1. Tafsir Muqaran
Metode tafsir muqaran yaitu metode yang ditempuh seoran mufassir dengan cara mengambil sejumlah ayat Al-Qur'an, kemudian mengemukakan penafsiran para ulama tafsir terhadap ayat-ayat itu, dan mengungkapkan pendapat mereka serta membandingkan segi-segi dan kecenderungan masing-masing yang berbeda dalam menafsirkan Al-Qur'an. Kemudian ia menjelaskn bahwa diantara mereka ada yang corak penafsirannya ditentukan oleh disiplin ilmu yang dikuasainya. Ada diantara mereka yang menitik beratkan pada bidang nahwu, yakni segi-segi i’rab seperti Imam Al-Zarkasyi. Ada yang corak penafsirannya ditentukan oleh kecenderungan kepada bidang balaghah, seperti ‘Abd Al-Qahhar Al-Jurjany dalam kitab tafsirnya I’jaz Al-Qur'an dan Abu Ubaidah Ma’mar ibn Al-Mursana dalam kitab tafsrinya Al-majaz, dimana ia memberi perhatian pada penjelaskan ilmu ma’nay, bayan, bai, haqiqat dan majaz.

  1. Tafsir Maudhu’i
Metode tafsir Maudhu’i ( tematik ) yaitu metode yang ditempuh seorang mufassir dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat Al-Qur'an yang berbicara tentang satu masalah / temat ( maudhu ) serta mengarah kepada satu pengertian dan satu tujuan, sekalipun ayat-ayat itu ( cara ) turunnya berbeda, tersebar pada berbagai surat dalam Al-Qur'an dan berbeda pula waktu dan tempat turunnya.
Berikut merupakan langkah-langkah penerangan metode maudhu’i :
1.      Memilih tema
2.      Menghimpun seluruh ayat Al-Qur'an yang berkaitan dengannya.
3.      Menentukan urutan ayat-ayat sesuai dengan masa turunnya dan mengemukakan asbab Al-nuzulnya.
4.      Menjelaskan munasabah ( relevansi ) antar ayat-ayat.
5.      Membuat sistematika kajian dalam kerangka yang sistematis dan lengkap dengan out linenya yang mencakup semua segi dan tema kajian.
6.      Mengemukakan hadits-hadits yang berkaitan dengan tema, lalu ditakhrji untuk diterangkan derajat hadits-hadits tersebut. Dikemukakan pula atsar dari sahabat dan tabi’in.
7.      Merujuk kepada kalam ( ungkapan-ungkapan bahasa ) Arab dan syair-syair mereka yang berkaitan untuk menjelaskan lafazh-lafazh yang terdekat pada ayat-ayat yang berbicara tentang tema.
8.      Kajian terhadap ayat-ayat yang berbicara tentang tema kajian dilakukan secara maudhu’i terhadap segala segi kandungannya, yaitu lafadz am, khash, muqayyad, mutlak syarat, jawab, hukum-hukum fikih, nasikh dan yang manuskh, jika ada unsur balaghah dan ijaz berusaha memadukan antara ayat-ayat itu dengan ayat-ayat lain yang diduga kontradiktif dengannya atau dengan hadits yang tidak sejalan dengannya atau dengan teori-teori ilmiah, menolak kesamaran-kesamaran yang dengan sengaja ditaburkan oleh lawan Islam, menyebutkan penjelasan berbagai qira’at, menerangkan makna ayat-ayat terhadap kehiduan kemasyarakatan dan tidak menyimpang dari sasaran yang dituju tema kajian.
Sebagian kitab-kitab tafsir dengan metode maudhu’i :
1.      Karya Syaikh Mahmud Syaltut (                                           )
2.      Karya Ustadz Abbas Mahmud Al-Aqqad (                                           )
3.      Karya Ustadz Abu Al-A’la Al-Maududy (                                      )

E.     Tafsir bi Al-Ma’tsur

Dapat disimpulkan bahwa Tafsir bi Al-Ma’tsur adalah penafsiran Al-Qur'an terhadap sebagian ayat sebagai penjelasan, dan yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW, dari sahabat-sahabat, dari tabi’in, yang kesemuanya sebagai keterangan dan penjelasan bagi maksud Allah dari nash-nash kitab Al-Qur'an.
Berikut kitab-kitab Tafsir bi Al-Ma’tsur :
1.      Jami’ Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur'an, karangan Ibnu Jarir Al-Thobari.
2.      Babru Al-Ulum, karangan Abi Laits As-Samarqandi
3.      Al-Kasyfu wa Al-Bayan ‘an Tafsir Al-Qur'an, karangan Abi Ishak As-Salabi.

F.     Tafsir bi Al-Ra’yi

Tafsir bi Al-Ra’yi adalah tafsir ayat-ayat Al-Qur'an yang berdasarkan ijtihad mufassirnya dan menjadikan akal pikirannya sebagai pendekatan utamanya.
Para ulama telah menetapkan syarat-syarat bagi diterimanya Tafsir bi Al-Ra’yi bahwa penafsiran harus :
a.       Benar-benar menguasai bahasa Arab dengan segala seluk-beluknya.
b.      Mengetahui sebab-nuzul, nasikh-mansukh, ilmu qira’at dan syarat-syarat keilmuan lainnya.
c.       Tidak menafsirkan hal-hal yang merupakan otoritas Tuhan untuk mengetahuinya.
d.      Tidak menafsirkan ayat-ayat berdasarkan hawa nafsu dan interest pribadi.
e.       Tidak menafsirkan ayat berdasarkan aliran atau paham yang jelas batil dengan maksud justifikasi terhadap paham tersebut.
f.       Tidak menganggap bahwa tafsrinya itu paling benar tanpa argumentasi yang pasti.















BAB  III

KESIMPULAN

1.      Ada beberapa corak dan metodologi penafsiran yaitu :
-          Dengan pendekatan Al-Qur'an sendiri
-          Penafsiran yang dikembalikan kepada Nabi.
-          Pemahaman dan ijtihad sahabat Nabi.
2.      Macam-macam penafsiran Al-Qur'an yaitu :
a.       Tafsir Tahlili yaitu mengkaji Al-Qur'an secara berurutan sesuai dengan mushaf usmani, wujud metode tahlili dibagi menjadi 7 ( tujuh ) macam : Tafsir bi Al-Matsur, Tafsir bi Al-Ro’yi, Tafsir Sufi, Tafsir Fiqih, Tafsir Falsafi, Tafsir Ilmi, Tafsir Adabi.
b.       Tafsir Ijmali yaitu penafsiran Al-Qur'an dengan uraian singkat dan global, tanpa uraian panjang lebar.
c.       Tafsir Muqaran yaitu dengan cara mengambil sejumlah ayat Al-Qur'an dan membandingkannya.
d.      Tafsir Maudhu’i ( tematik ) yaitu dengan cara menghimpun semua ayat yang berbicara satu masalah meskipun surat dan turunnya berbeda.
e.       Tafsir bi Al-Ma’tsur yaitu penafsiran Al-Qur'an terhadap sebagian ayat sebagai penjelasan dan yang diriwayatkan dari Rasul SAW.
f.        Tafsir bi Al-Ra’yi yaitu dengan cara berdasarkan ijtihad mufassirnya dan menjadikan akal pikirannya sebagai pendekatan utamanya.









DAFTAR  PUSTAKA


1.      Muhammad Husain Al-Zahabiy, Al-Tafsir wa Al-Mufassirun, Dar Al-Kutub Al-Haditsah, Mesir, 1961, Jilid I.
2.      Abu Ishaq Al-Syathibi, Al-Muwafaqat, Dar Al-Ma’rifah, Beirut t.t., Jilid II.
3.      T.M. Hasbi Ash-Shidiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur'an, Jakarta : Bulan Bintang, 1980, cet. VIII.
4.      Dr. M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an, Bandung : Mizan, 1993, cet. III.
5.      Prof. Dr. H. Said Agil Husain Al-Munawar, MA, Al-Qur'an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Jakarta : Ciputat Press, 2002, cet. II
6.      Rahardjo, Dawan, Ensiklopedi Al-Qur'an Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci, Jakarta : Paramadina, 1996.
7.      Al-Qur'an dan terjemahannya, Jakarta : Yayasan Penyelenggara Penerjemahan / Penafsir Al-Qur'an.
8.      Drs. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an, Bandung : Mizan, 1996.


1) Muhammad Husain Al-Zahabiy, Al-Tafsir wa Al-Mufassirun, Dar Al-Kutub Al-Haditsah, Mesir, 1961, Jilid I, hlm. 59.
2) Ibid, hlm. 15.
3) Abu Ishaq Al-Syathibi, Al-Muwafaqat, Dar Al-Ma’rifah, Beirut t.t., Jilid II, hlm. 35.
4) T.M. Hasbi Ash-Shidiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur'an, Jakarta : Bulan Bintang, 1980,     cet. VIII, hlm. 68.
5) Dr. M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an, Bandung : Mizan, 1993, cet. III, hlm. 18.
6) Ibid, hlm. 20.
7) Prof. Dr. H. Said Agil Husain Al-Munawar, MA, Al-Qur'an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Jakarta : Ciputat Press, 2002, cet. II
8) Rahardjo, Dawan, Ensiklopedi Al-Qur'an Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci, Jakarta : Paramadina, 1996.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blogger templates

 

Sample text

Sample Text

Sample Text