Social Icons

Pages

Sabtu, 11 Februari 2012

nikah di bawah umur


PENDAHULUAN

Penentuan batas umur untuk melangsungkan perkawinan sangatlah penting sekali. Karena suatu perkawinan di samping menghendaki kematangan biologis juga psikologis. Maka dalam penjelasan umum undang-undang perkawinan dinyatakan, bahwa : calon suami-istri itu harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar supaya dapat mewujudkan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapatkan keturunan yang baik dan sehat.






















PEMBAHASAN

A.    Nikah Di Bawah Umur
Perkawinan merupakan tali ikatan yang melahirkan keluarga salah satu unsur dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, yang diatur oleh aturan-aturan hukum baik yang tertulis (hukum negara) maupun yang tidak tertulis (hukum adat).
Menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974 perkawinan dan tujuannya adalah sebagai berikut :
“Ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Untuk dapat mewujudkan tujuan perkawinan salah satu syaratnya adalah bahwa para pihak yang akan melakukan perkawinan telah masak jiwa raganya oleh karena itu di dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974 ditentukan batas umur minimal untuk melangsungkan perkawinan.
Ketentuan mengenai batas umur minimal tersebut terdapat di dalam pasal 7 ayat 1 undang-undang nomor 1 tahun 1974 yang mengatakan bahwa “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun”. Dari adanya batasan usia ini ditafsirkan bahwa undang-undang nomor 1 tahun 1974 tidak menghendaki pelaksanaan perkawinan di bawah umur yang telah ditentukan oleh undang-undang nomor 1 tahun 1974.
Di lain pihak hukum adat tidak menentukan batasan umur tertentu bagi orang untuk melaksanakan perkawinan. Bahkan hukum adat membolehkan perkawinan anak-anak yang dilaksanakan ketika anak masih berusaha kanak-kanak. Hal ini dapat terjadi karena di dalam hukum adat perkawinan bukan saja merupakan persatuan kedua belah mempelai tetapi juga merupakan persatuan dua buah keluarga kerabat.


Adanya perkawinan di bawah umur atau perkawinan kanak-kanak tidak menjadi masalah di dalam hukum adat karena kedua suami istri itu akan tetap dibimbing oleh keluarganya, yang dalam hal ini telah menjadi dua keluarga, sehingga hukum adat tidak melarang perkawinan kanak-kanak.
Sedangkan menurut negara pembatasan umur minimal untuk kawin bagi warga negara pada prinsipnya dimaksudkan agar orang yang akan menikah diharpakan sudah memiliki kematangan berpikir, kematangan jiwa dan kekuatan fisik yang memadai keuntungan lainnya yang diperoleh adalah kemungkinan keretakan rumah tangga yang berakhir dengan perceraian dapat dihindari, karena pasangan tersebut memiliki kesadaran dan pengertian yang lebih matang mengenai tujuan perkawinan yang menekankan pada aspek kebahagiaan lahir dan batin.
Meskipun demikian dalam hal perkawinan di bawah umur terpaksa dilakukan, maka undang-undang nomor 1 tahun 1974 masih memberikan kemungkinan penyimpangannya. Hal ini diatur dalam pasal 7 ayat (2) undang-undang nomor 1 tahun 1974 yaitu dengan adanya dispensasi dari pengadilan bagi yang belum mencapai batas umur minimal tersebut.

Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
Pasal 7
  1. Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.
  2. Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasa ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita.
  3. Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang tua tersebut dalam pasal 6 ayat (3) dan (4) undang-undang ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak pengurangi yang dimaksud dalam pasal 6 ayat (6).

B.     Cerai Di Luar Pengadilan
Menurut pasal 39 UU No. 1 / 1974 tentang perkawinan dan pasal 65 UU No. 9 / 1989 tentang peradilan agama, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Perceraian dapat terjadi karena permohonan suami kepada pengadilan untuk menyaksikan ikrar talak yang disebut cerai talak atau karena gugatan istri yang disebut cerai gugat. Untuk melakukan perceraian harus ada alasan yang cukup, meskipun termasuk ke dalam wilayah hukum privat, persoalan cerai sesungguhnya juga menayngkut kepentingan luas, yakni ketentraman rumah tangga, nasib anak-anak yang orang tuanya bercerai, bahkan menyangkut kepentingan luas, yakni ketentraman rumah tangga, nasib anak-anak yang orang tuanya bercerai, bahkan menyangkut kepentingan lebih luas lagi, yaitu tentang kepastian dalam masyarakat apakah suatu pasangan telah berpisah atau masih dalam ikatan perkawinan. Oleh karena itu, perceraian tidak dapat dilakuan secara serampangan. Sebaliknya harus dilakukan pengaturan sedemikian rupa agar terwujud kemaslahatan dan keterlibatan di dalam masyarakat.
Dalam ijtihad hukum modern, seperti tertuang dalam kompilasi hukum Islam di Indonesia (pasal 115) misalnya, mewajibkan prosedur perceraian itu melalui pengadilan dan bahwa perceraian terjadi terhitung sejak saat perceraian itu dinyatakan di depan siding pengadilan (KHI, pasal 123).
Undang-Undang Perkawinan (UUP) pasal 39 ayat 1,2,3
1)      Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan yang bersangkutan setelah persidangan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
2)      Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami istri.
3)      Tata cara perceraian di depan sedang pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersebut.


UU No. 7 / 1989 Pasal 65 tentang Peradilan Agama dijelaskan. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.



























PENUTUP

Simpulan
Bahwasannya dalam pembahasan makalah kami tentang nikah di bawah umur dan cerai di luar pengadilan menyimpulkan nikah di bawah umur yaitu laki-laki belum mencapai umur 19 dan perempuan belum mencapai 16. Maka kedua calon mempelai tersebut belum boleh melaksanakan pernikahan menurut undang-undang perkawinan. Apabila mereka ingin terwujud keinginannya maka mereka terlebih dahulu mengajukan dispensasi dari pengadilan dan cerai di luar pengadilan tidak sah menurut UUP Pasal 65, UUP Pasal 39 ayat 1 dan KHI pasal 115.



DAFTAR PUSTAKA

-          Dr. H. Nuruddin Amiur, MA, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Cet. Ke-3, Juli 2006, Jakarta, 13220.
-          Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blogger templates

 

Sample text

Sample Text

Sample Text