Social Icons

Pages

Sabtu, 11 Februari 2012

mawaris



MAWARIS : HUKUM DAN HIKMAHNYA
 
PENDAHULUAN

Dalam era globalisasi sekarang ini, problem yang muncul dalam Islam adalah banyak orang yang tidak mengetahui ilmu mawaris, sehingga sangat sulit dicarikan orang yang benar-benar menguasai ilmu ini. Disisi lain banyak anggota masyarakat yang tidak mau tahu dengan ilmu mawaris, sehingga akibatnya mereka membagi harta warisan menurut kehendak mereka sendiri dan tidak mengikuti pada cara-cara syari’at Islam yang benar. Syari’at Islam juga menetapkan hak kepemilikan seseorang sesudah meninggal dunia kepada ahli warisnya, dari seluruh kerabat dan nasabnya, misalnya pembagian harta sama rata antara semua anak. Oleh karena itu, Al-Qur'an merupakan acuan utama hukum dan penentuan pembagian waris. Untuk itu pemakalah akan mencoba memaparkan ; pengertian dan hukum mawaris, sebab dan halangan mawaris, siapa saja yang berhak mendapatkan warisan, jumlah bilangan warisan, dan pelaksanaan pembagian warisan.

PEMBAHASAN


A.    Pengertian Mawaris

Mawaris, secara etimologis, merupakan bentuk jamak dari kata ( mirats, lirbs, wirts, wiratsah, dan terats ) yang berarti warisan harta peninggalan orang yang meninggal yang diwarisi oleh para warisnya.[1] Dan waris berasal dari  bahasa Arab Warisa – Yuwarisu – warisan yang berarti mempusakai. Istilah yang sama dengan warisan adalah Faraidh yang menurut bahasa artinya adalah kadar / bagian.[2] Orang yang meninggalkan harta disebut muwarists, sedangkan orang yang berhak menerima waris disebut warits. Sayid sabiq menggunakan istilah faraidh, yang artinya bagian yang ditentukan bagi ahli waris. Ilmu faridh dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang ketentuan-ketentuan harta pusaka bagi ahli waris.[3]

B.     Hukum Mawaris

Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pembagian warisan yang diterima dari harta peninggalan itu untuk setiap yang berhak.[4]
Jadi hukum mempelajari ilmu faraidh adalah fardhu kifayah, artinya kita sudah ada orang yang mempelajarinya jujurlah kewajiban bagi orang yang lainnya. Begitu pentingnya ilmu faraidh, sampai dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW, sebagai separoh ilmu. Disamping itu oleh beliau diingatkan, ilmu inilah yang pertama kali akan dicabut.[5]
Hukum kewarisan adalah Islam mendapat perhatian besar, karena pembagian warisan sering menimbulkan akibat-akibat yang tidak menguntungkan bagi keluarga yang ditinggal mati pewarisnya. Naluriah manusia yang menyukai harta benda, tidak jarang memotivasi seseorang untuk menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan harta benda tersebut, termasuk didalamnya terhadap harta peninggalan pewarisnya sendiri.[6]

C.    Sebab-Sebab Kewarisan

  1. Sebab-Sebab Kewarisan
Dalam Islam sebab-sebab kewarisan ada 4 yaitu :
1)       Karena hubungan kekerabatan adalah hubungan darah ( nasab, genetik ) yang mengikat para ahli waris dengan muwarits. Dasar hukum bahwa kekerabatan memiliki hak waris adalah surat An-Nisa’ ayat 7.
2)       Karena hubungan perkawinan ( Al-Muskoharoh )
Hubungan perkawinan dapat saling mewarisi antara suami dan isteri           ( QS. An-Nisa ayat 12 ) yang masih dalam ikatan perkawinan.
3)       Karena hubungan perwalian ( wala’ )
Hubungan perwalian merupakan salah satu sebab seseorang mendapatkan warisan. Yang dimaksud dengan Al-Wala’ adalah hubungan kewarisan akibat seseorang memerdekakan hamba sahaya atau melalui perjanjian tolong-menolong.
4)       Karena hubungan islam
Jika orang Islam yag meninggal dunia dan tidak ada ahli warisnya yang tertentu, maka harta peninggalannya diserahkan ke baitul mal umat Islam, dengan jalan pusaka. Rasulullah SAW bersabda :


“Saya menjadi waris orang yang tidak mempunyai ahli waris”.
( Riwayat Ahmad dan Abu Daud ).[7]
  1. Halangan-Halangan Kewarisan
Keadaan yang menyebabkan seseorang ahli waris terhalang dalam memperoleh warisan adalah sebagai berikut :
1)       Perbudakan
Para fuqoha sepakat, budak tidak dapat mewarisi dan tidak dapat pula mewariskan. Disamping itu, sebagai budak ia pun menjadi budak harta milik tuannya.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an yang artinya :
“Allah memberikan perumpamaan tentang seorang budak yang memiliki, tidak mampu melakukan apa jugapun, dan seseorang yang kami berikan rezeki kepadanya yang baik, kemudian ia membelanjakan sebagian daripadanya secara sembunyi dan secara terang-terangan. Samakah itu ? Segala puji bagi Allah tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui”.
( QS. 16 : 75 ).
2)       Pembunuhan
Terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Malik, dan Ahmad dari Umar :


“Si pembunuh tidak menerima harta warisan”.
Ini memang ada sebabnya, apabila si pembunuh diperbolehkan mendapatkan warisan akan terjadi didalam masyarakat kekacauan lantara pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan oleh orang-orang yang menghendaki memperoleh harta warisan dari orang-orang yang akan dibunuhnya.
3)       Berlainan Agama
Keadaan berlainan agama menghalangi memperoleh harta warisan. Dalam hal ini yang dimaksud ialah antara ahli waris dengan muwarits berbeda agama.
Dasarnya hadits berikut ini yang artinya :
“Seorang muslim tidak akan mewarisi dari seorang kafir, dan seorang kafir tidak akan mewarisi dari seorang muslim”. ( Muttafaq ‘alaih ).
Seorang murtad yang tadinya beragama Islam, sekalipun tidak Islam lagi, para fugoha berpendapat orang yang murtad baik lelaki maupun perempuan tidak menerima harta warisan dari muwarist yang beragama Islam, murtad dan kafir.
4)       Berlainan Negara
Berlainan negeri, yang berarti berlainan tempat, tetapi negeri-negeri itu melakukan hukum Islam, tidak menjadi penghalang antara sesama muslim, ahli waris dengan muwarits, untuk memperoleh harta warisan. Jelasnya, antara sesama muslim dan negeri-negeri Islam tidak terhalang untuk memperoleh harta warisan.

D.    Ahli Waris dan Permasalahannya

Ahli waris adalah orang-orang yang bisa memperoleh warisan dari seseorang yang meninggal. Orang-orang yang boleh ( mungkin ) mendapat pusaka dari seorang yang meninggal dunia ada 25 orang, 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan.



a)      Dari pihak laki-laki
1.      Anak laki-laki dari yang meninggal
2.      Anak laki-laki dari anak laki-laki ( cucu ) dari pihak ayah laki-laki dan terus kebawah asal pertaliannya masih terus laki-laki.
3.      Bapa dari yang meninggal
4.      Datuk dari pihak bapa ( bapa-bapa ) dan terus keatas pertaliannya belum putus dari pihak bapa.
5.      Saudara laki-laki seibu sebapa
6.      Saudara laki-laki sebapa saja
7.      Saudara laki-laki seibu saja
8.      Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapa
9.      Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapa saja
10.  Saudara laki-laki dari bapa ( paman ) dari pihak bapa yang seibu saja.
11.  Saudara laki-laki dari bapa yang sebapa saja.
12.  Anak laki-laki dari saudara bapa yang laki-laki ( paman ) yang seibu sebapa
13.  Suami
14.  Laki-laki yang memerdekakan mayat
Jika 15 orang tersebtu di atas semua ada, maka yang mendapat harta pusaka daripada mereka itu hanya 3 orang saja, yaitu :
1.      Bapa
2.      anak laki-laki
3.      Suami
b)      Dari pihak perempuan
1.      Anak perempuan
2.      Anak perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah asal pertaliannya dengan yang meninggal masih terus laki-laki.
3.      Ibu
4.      Ibu dan bapa
5.      Ibu dari ibu terus keatas pihak ibu sebelum tersilang laki-laki.
6.      Saudara perempuan yang seibu sebapa
7.      Saudara perempuan yang sebapa
8.      Saudara perempuan yang seibu
9.      Isteri
10.  Perempuan yang memerdekakan si mayat
Jika 10 orang tersebut di atas semuanya ada, maka yang dapat mewarisi daripada mereka-mereka itu hanya 5 orang saja, yaitu :
1.      Isteri
2.      Anak perempuan
3.      Anak perempuan dan anak laki-laki
4.      Ibu
5.      Saudara perempuan yang seibu sebapa
Dan sekiranya 25 orang tersebut di atas dari pihak laki-laki dan pihak perempuan semua ada, maka yang tetap pasti mendapat hanya salah seorang dari dua laki-laki isteri, ibu dan bapa, anak laki-laki dan perempuan.
Anak yang ada dalam kandungan ibunya juga mendapat pusaka dan keluarganya yang meninggal dunia sewaktu dia masih dalam kandungan ibunya.
Sabda Rasulullah SAW yang artinya :
Berkata Rasulullah SAW : “Apabila menangis anak yang baru lahir mendapat pusaka”. ( HR. Abu Daud ). [8]
Ø  Ahli waris ditinjau dari sebabnya maka ahli waris dapat dibagi menjadi 2 yaitu :[9]
1.      Ahli waris Nasabiyah
Ahli waris Nasabiyah adalah ahli waris karena kekerabantannya kepada muwarits. Ahli waris Nasabiyah ini terdiri dari 13 laki-laki dan 8 perempuan. Ahli waris laki-laki berdasarkan urutan kelompoknya, terdiri dari anak laki-laki, anak laki-laki dan seterusnya kebawah, bapak, kakek dari bapak, saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki seayah, paman      ( saudara bapak sekandung ), paman seayah, anak laki-laki paman sekandung, anak laki-laki paman seayah.
2.      Ahli waris Sababiyah
Adapun ahli waris perempuan berdasarkan urusan terdiri dari anak perempuan, cucu perempuan dari garis laki-laki, ibu, nenek dari gairs bapak, nenek dari garis ibu, saudara perempuan sekandung, saudara perempuan seayah, dan saudara perempuan seibu.
3.      Furodhul Muqodarah
Ialah bagian yang telah ditentukan bagi ahli waris yang        mendapat : 2/3, 1/2,1/3, ¼, 1/6, dan 1/8.

Ø  Masing-masing bagian di atas adalah untuk ahli waris sebagai berikut :
1.      Ahli waris yang mendapat 2/3 :
1)      2 anak perempuan atau lebih jika tidak ada anak laki-laki.
2)      2 cucu, perempuan atau lebih jika tidak ada anak perempuan.
3)      2 saudara perempuan sekandung atau lebih.
4)      2 saudara perempuan seayah atau lebih jika tidak ada saudara sekandung
2.      Ahli waris yang mendapat 1/2 :
1.      Anak perempuan tunggal
2.      Cucu perempuan dari anak laki-laki
3.      Saudara perempuan sekandung / seayah tunggal
4.      Suami jika isteri yang meninggal itu tidak punya anak / cucu
3.      Ahli waris yang mendapat 1/3 :
1.      Ibu, jika anaknya yang meninggal itu tidak punya anak / cucu atau tidak punya saudara 2 orang / lebih sekandung seayah seibu
2.      2 saudara seibu ( laki-laki atau perempuan ) atau lebih
4.      Ahli waris yang mendapat 1/4 :
1.      Suami, jika isteri yang meninggal ada anak / cucu dari anak laki-laki.
2.      Isteri, jika isteri suami yang meninggal itu tidak ada anak / cucu dari anak laki-laki.


5.      Ahli waris yang mendapat bagian 1/6 :
1.      Ibu, jika yang meninggal itu ada anak / cucu atau 2 saudara lebih.
2.      Bapak, jika yang meninggal itu ada anak / cucu.
3.      Nenek, jika yang meninggal itu tidak punya ibu.
4.      Cucu perempuan dan anak laki-laki jika ada anak perempuan tunggal, dan jika ada 2 anak perempuan atau lebih. Maka cucu perempuan tidak dapat.
6.      Ahli waris yang mendapat 1/8 :
Yaitu isteri yang suami yang meninggal ia tidak ada anak / cucu.[10]

Ø  Hijab
Hijab artinya penutup atau penghalang
Maksudnya adalah penutup atau penghalang ahli waris yang semestinya mendapat bagian menjadi tidak mendapat bagian atau tetap menerima warisan tapi jumlahnya berkurang, karena ada ahli waris yang lebih dekat pertalian kerabatnya.
Hijab ada 2 macam, yaitu :
a.       Hijab Nuqshan, yaitu penghalang yang dapat mengurangi bagian yang seharusnya diterima oleh ahli waris. Misal : isteri bisa mendapat 1/4 warisan, karena ada anak maka ia mendapatkan 1/8.
b.       Hijab Hirmun, yaitu penghalang yang menyebabkan ahli waris tidak mendapatkan warisan sama sekali karena ada ahli waris yang lebih dekat pertalian kerabatnya.

Ø  Dzawil Furudh dan Ashabah
Dzawil furudh artinya yang mempunyai bagian tertentu. maksudnya ahli waris yang bagiannya sudah tertentu, sebagaimana dijelaskan dalam pasal furudhul muqodaroh. Sedangkan ashobah adalah ahli waris yang tidak ditentukan bagiannya dengan kadar tertentu. Ia menerima bagian setelah ahli waris diambil furudh menerima bagiannya.
Adapun ashobah terbagi kepada tiga bagian, yaitu :
1.      Ashobah Binafsi, yaitu ashobah karena dirinya sendiri, bukan karena sebab lain. Yang termasuk ashobah binafsi adalah semua ahli waris laki-laki kecuali saudara laki-laki seibu.
2.      Ashobah bil ghoir, yaitu ashobah karena ada ahli waris lain yang setingkat dengannya. Yang termasuk ashobah itu adalah ahli waris perempuan yang bersamanya ahli waris laki-laki yaitu :
    1. Anak perempuan, jika bersamanya anak laki-laki
    2. Cucu perempuan, jika bersamanya cucu laki-laki
    3. Saudara perempuan kandung, jika bersamanya saudara laki-laki kandung.
    4. Saudara perempuan sebapak, jika bersamanya saudara laki-laki sebapak.
3.      Ashobah maal ghoiri, yaitu ashobah karena ada ahli waris lain yang tidak setingkat. Yang termasuk ashobah ini adalah ahli waris perempuan yang bersamanya ada ahli waris perempuan yang tidak segaris atau setingkat, yaitu :
    1. Saudara perempuan kandung, jika bersamanya ada ahli waris :
-          Anak perempuan ( satu orang atau lebih )
-          Cucu perempuan ( satu orang atau lebih )
    1. Saudara perempuan sebapak, jika bersamanya ada ahli waris :
-          Anak perempuan ( satu orang atau lebih )
-          Cucu perempuan ( satu orang atau lebih )[11]

E.     Pelaksanaan Pembagian harta warisan

Sebelum harta pusaka dibagi kepada ahli waris yang berhak menerimanya, maka perlu dilakukan terlebih dahulu yang berkaitan dengan harta pusaka itu seperti : zakat, biaya, penguburan jenazah, hutang piutang si mayat dan wasiat jika ada yang besarnya, tidak lebih dari 1/3 harta pusaka.[12]
Untuk melaksanakan pembagian harta pusaka perlu ditetapkan terlebih dahulu ahli waris yang berhak mendapat warisan kemudian waris kemudian mendapat KPT ( Kelipatan  Persekutuan Terkecil ) yang dalam istilah waris disebut asal masalah yang tercapai 7 macam yaitu :
  1. Masalah 2                    5.   Masalah 8
  2. Masalah 3                    6.   Masalah 12
  3. Masalah 4                    7.   Masalah 24
  4. Masalah 6
Contoh Soal :
  1. Seseorang meninggal ahli warisnya anak perempuan, suami dan bapak, berapa bagian masing-masingnya ahli waris ?
Jawab :
Anak perempuan  = 1/2  x 4 = 2
Suami = 1/4  x 4 = 1
Bapak = 4 – ( 2 + 1 ) = 1
Cara pembagian akhir harta warisnya adalah :
Anak perempuan = 2/4 x 4 = 2
Suami = 1/4 x 4 = 1
Bapak = 1/4 x 4 = 1
  1. Seorang meninggal dunia, meninggalkan harta Rp. 48.000.000,- Ahli waris terdiri dari isteri, ibu, dan 2 anak laki-laki. Bagian isteri 1/6, bagian ibu 1/6 dan dua anak laki-laki ashobah / bisa.
Asal masalahnya KPT / KPK dari 1/6 dan 1/8 adalah 24.
Isteri = 1/6 x 24 = 4
Ibu = 1/8 x 24 = 3
Dua anak laki-laki 24 – ( 4 + 3 ) = 17
Langkah akhir pembagian harta warisannya adalah :
Isteri = 4/24 x Rp. 48.000.000, -                           = Rp.   8.000.000,-
Ibu = 3/24 x Rp. 48.000.000, -                             = Rp.   6.000.000, -
Dua anak laki-laki = 17/24 x Rp. 48.000.000, -    = Rp. 34.000.000, -
Jumlah total                                                           = Rp. 48.000.000, -
F.     Hikmah pembagian warisan :
1.      Menghindarkan terjadinya persengketaan dalam keluarga karena masalah pembagian harta warisan.
2.      Menghindari timbulnya fitnah. Karena salah satu penyebab timbulnya fitnah adalah pembagian harta warisan yang tidak benar.
3.      Dapat mewujudkan keadilan dalam keluarga, yang kemudian berdampak positif bagi keadilan dalam masyarakat.
4.      Memperhatikan orang-orang yang terkena musibah karena ditinggalkan oleh anggota keluarganya.
5.      Menjunjung tinggi hukum Allah dan sunnah Rasulullah SAW.[13]


KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa :
1.      Ilmu Faraidh Adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang ketentuan-ketentuan harta pusaka bagi ahli waris, sedang hukum mempelajari ilmu faraidh adalah fardhu kifayah.
2.      Sebab-Sebab Kewarisan ada 4 yaitu :
-          Karena hubungan kekerabatan
-          Karena hubungan perkawinan
-          Karena hubungan perwalian
-          Karena hubungan Islam
3.      Halangan-halangan kewarisan ada 4 yaitu :
-          Perbudakan
-          Pembunuhan
-          Berlainan agama
-          Berlainan negara
4.      Ditinjau dari sebabnya ahli waris ada 2 yaitu :
1)      Ahli waris nasabiyah
2)      Ahli waris sababiyah
Adapun ashobah terbagi menjadi 4 bagian :
  1. Ashobah Binnafsi
  2. Ashobah Maal Ghoir
  3. Ashobah Bil Ghoiri
5.      Diantara hikmah pembagian warisan adalah menghindarkan persengketaan keluarga, karena masalah pembagian harta warisan.


DAFTAR  PUSTAKA


Ø  Drs. Ahmad Rafiq, M.A, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Grafindo Persada, Cet. III,, 1998.
Ø  Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Depag, Fiqh Islam, Cet. II, tt, Depag, 1980.
Ø  Drs. Suprana, M.Ag, M. Karman, M.Ag, Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Pengantar MPAI, Bandung : Remaja Rosdakarya Offset, 2002.
Ø  Drs. H.M. Suparta, M.A, Drs. Zainuddin, Fiqih Madrasah Aliyah 3, Semarang : Karya Toha Putra, 1996.

Ø  Sulaiman Rosyid, Fiqih Islam, Cet. XVI, Jakarta : Adhohiriyah Yayasan Penyelenggara, Penerjemah Penafsiran Al-Qur'an.

Ø  Ensiklopedi Hukum Islam, Ichtiar Baru Van Hoeve.

Ø  Departemen Agama, Ilmu Fiqih 3, ( Jakarta : tp, 1986 ).
















[1] Drs. Suprana, M.Ag, M. Karman, M.Ag, Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Pengantar MPAI, Bandung : Remaja Rosdakarya Offset, 2002, hlm. 139.
[2] Ensiklopedi Hukum Islam, Ichtiar Baru Van Hoeve, hlm. 191.
[3] Departemen Agama, Ilmu Fiqih 3, ( Jakarta : tp, 1986 ), hlm. 1-2.
[4] Drs. Ahmad Rafiq, M.A, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Grafindo Persada, Cet. III,, 1998,      hlm. 355.
[5] Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Depag, Fiqh Islam, Cet. II, tt, Depag, 1980, hlm. 3.
[6] Hukum Islam Di Indonesia, Ibid, hlm. 356.
[7] H. Sulaiman Rosyid, Fiqih Islam, Cet. XVI, Jakarta : Adhohiriyah Yayasan Penyelenggara, Penerjemah Penafsiran Al-Qur'an.
[8] Fiqih Utama, Ibid, hlm. 332-333.
[9] Pengantar MPAI, Ibid, hlm. 151-152.
[10] Drs. H.M. Suparta, M.A, Drs. Zainuddin, Fiqih Madrasah Aliyah 3, Semarang : Karya Toha Putra, 1996, hlm. 24.
[11] Fiqih Madrasah Aliyah 3, Ibid, hlm. 30-41.
[12] Fiqih Madrasah Aliyah 3, Ibid, hlm. 48-51.
[13] Fiqih Madrasah Aliyah 3, Op.Cit., hlm. 30-41.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blogger templates

 

Sample text

Sample Text

Sample Text